Kamis, 15 Desember 2016

“Tafsir Politik Legislasi dan Konstitusionalitas Bernegara”

Pemakzulan Presiden Di Indonesia:
“Mungkinkah Gerakan Politik Legislasi Sejalan
dengan Metode Konstitusionalitas Bernegara?”

Oleh :Rahman Yasin
(Tenaga Ahli di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)



Pemakzulan presiden merupakan sebuah metode pendekatan konstitusional dalam sebuah negara hukum dan demokrasi. Pemakzulan presiden dilakukan dibeberpa negara seperti Filipina, Korea Selatan, Republik Lithuania, dan Jerman, umumnya disebabkan oleh proses politik. Proses politik mempertajam silang perbedaan kepentingan dan memperlebar konflik kekuasaan yang pada gilirannya memasuki wilayah konstitusional. Ketidakseimbangan kekuasaan dalam konsep pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif acapkali menjadi problem politik tersendiri sehingga dalam kondisi tertentu menciptakan kondisi yang memungkinkan dilakukan pemakzulan presiden.
Konstitusi Filipina menentukan presiden bisa dimakzulkan karena terbukti dalam dakwaan antara lain, melanggar konstitusi (culpable of the Constitution), melakukan penghinatan (treason), penyuapan (bribery), gratifikasi (graft), dan korupsi (corruption), tindak pidana berat lainnya (other high crimes) atau pengingkaran terhadap kepercayaan publik (betrayal of public trust).
Buku berjudul Pemakzulan Presiden di Indonesia merupakan karya tulis, Hamdan Zoelva, pemikir intelektual, praktisi hukum, politisi muda yang produktif, dan sekaligus sebagai Hakim Konstitusi yang consen terhadap reformasi sistem hukum di Indonesia. Substansi kajian ilmiah, dan muatan studi perbandingan konsep negara hukum turut memperkayah teori-teori pemakzulan presiden di Indonesia.
Pemakzulan merupakan keputusan politik legislatif namun tetap dalam kerangka legal konstitusional. Ada dua sisi fundamental yang bisa menjelaskan pemakzulan presiden dilakukan oleh lembega parlemen. Pertama, pemakzulan dilihat dari aspek legalitas atau konstitusionalitas dan kedua, pemakzulan ditinjau dari aspek pertanggungjawaban politik secara kelembagaan. Secara legalitas dan konstitusional, dikemukakan Gerhard, kasus pemakzulan di Amerika serikat seringkali melibatkan pertanyaan-pertanyaan konstitusional. Sejarah pemakzulan di Amerika Serikat menunjukan ada 15 orang yang dilakukan impeachment oleh senat, dua diantaranya presiden, seorang senator, seorang Secretary of War, dan sisanya hakim federal.
Terminologi pemakzulan presiden pasca perubahan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi lebih tegas dari sisi teknis operasionalisasi konstitusi. Pemakzulan presiden dilakukan oleh legislatif tidak lagi disebabkan karena alasan politis. Artinya, seorang presiden baru bisa dimakzulkan dalam masa jabatannya apabila presiden secara sah, terbukti melakukan pelanggaran berupa penghianatan pada negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, dan perbuatan tercela, atau perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari sisi moral, dan presiden akan dimakzulkan ditengah kekuasaannya jika dianggap tidak lagi memenuhi kriteria sebagai presiden.
Pergeseran sistem dari parlementer ke presidensial semakin memperjelas pengaturan pemakzulan presiden dari aspek konstitusional. Sistem presidensil menempatkan posisi presiden semakin kuat secara konstitusional meskipun tingkat kewenangan legislatif dalam konteks check and balances cukup kuat di satu sisi, namun secara politik kemungkinan-kemungkinan proses pemakzulan dilakukan legislatif tidak serta-merta dipicu dengan argumentasi politis. Pemakzulan presiden tetap dimungkinkan apabila presiden dinyatakan secarah sah, terbukti melanggar hukum.
Buku ini setidaknya telah menempatkan Hamdan Zoelva sebagai generasi pertama di Indonesia yang menulis tentang pemakzulan presiden di Indonesia. Konsep pemakzulan presiden sesungguhnya adalah sebuah metode politik konstitusional untuk mencegah praktik konfigurasi politik kekuasaan totaliter rezim dan memperkuat sistem demokrasi modern. Buku ini tidak saja mampu memprovokasi kita secara akademik karena sarat dengan kajian ilmiah, tetapi sangat berkontribusi positif bagi kalangan politisi, praktisi hukum dan tata negara, serta pebirokrat untuk menjadikannya sebagai bahan kajian.

Catatan:
Arsip tulisan hasil resensi Buku Pemakzulan Presiden Di Indonesia,
Karya Dr. Hamdan Zoelva, S.H., MH.
Dimuat di Koran Jakarta, tanggal 05 Oktober 2011.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar