Rabu, 15 Agustus 2018

Prinsip Nilai-nilai Etika Dalam Tindakan

Prinsip Etika Dalam Tindakan Individu dan Sosial Oleh :Rahman Yasin (Tenaga Ahli Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) Etika ialah ilmu pengetahuan mengenai kesusilaan. Pandangan ini secara normatif memberikan pengertian etika secara operasional yakni, etika membicarakan kesusilaan secara ilmiah. Gejala atau lebih tepat kumpulan gejala yang dinamakan kesusilaan, moral atau etika dapat juga ditinjau secara lain. Setiap orang menghadapi masalah-masalah kesusilaan, yang barangkali, direnungkannya. Umpamanya, ia mendengar terjadinya suatu peristiwa bunuh diri yang sangat mengharukan; ia merenungkannya dan mempertanyakannya dalam hati, apakah bunuh diri itu sesungguhnya diperbolehkan. Jika ia melakukan hal semacam itu, maka ia telah berurusan dengan etika, meskipun hanya secara kebetulan, secara sepotong-sepotong atau secara sistematik, dengan pemikiran secara prailmiah. Juga masalah-masalah kesusilaan yang lain merangsangnya untuk merenungkannya; mungkin sekali ia memperbandingkan kesimpulan-kesimpulan yang ditariknya dengan kesimpulan orang lain. Dapat terjadi bahwa ia menuliskan hasil pertimbangannya --- meskipun untuk sementara masih tidak begitu saling berhubungan secara longgar --- sedikit banyak bersifat aforistik. Kita memiliki berbagai kumpulan aforisma kesusilaan yang berasal dari Yunani Kuno. Ajaran-ajaran kesusilaan tersebut tercampur dengan nasihat-nasihat bagaimana manusia dapat mencapai hidup yang memuaskan. Yang membedakan etika dari segenap cara pendekatan mengenai masalah kesusilaan ialah, etika membahas masalah kesusilaan secara ilmiah. Ungkapan ini nanti akan menjadi jelas. Pernyataan yang menyebutkan etika sebagai ilmu pengetahuan mengenai kesusilaan membawa akibat bahwa hendaknya dipilahkan antara etika dengan kesusilaan, yaitu sebagai obyek ilmu pengetahuan tersebut. Kiranya ada baiknya kita berpegang teguh pada pemilahan ini. Secara demikian, kita menggalakkan pemakaian bahasa yang murni dan menghindari terjadinya kerancauan pengertian. Sering terjadi, orang memakai kata-kata “etik” dan “susila” secara saling dipertautkan, yang satu dijumbuhkan dengan yang lain. Acap kali orang mengatakan “etik”, sedangkan yang dimaksudkan ialah “susila” atau bermoral. Orang berbicara mengenai manusia yang tinggi martabatnya ditinjau dari segi etik, perilaku etik, motif-motif etik, sedangkan yang seharusnya dipakai ialah kata-kata “susila”. Demikian pula kadang-kadang orang berbicara mengenai etika yang terdapat dalam Kitab Perjanjian Lama atau etika yang terkandung dalam Khotbah Gunung, seolah-olah Injil mengandung ilmu pengetahuan, sedangkan yang dimaksudkan ialah moral yang terkandung dalam Injil. Pengetahuan kita tentang nilai-nilai dan norma dari etik bangsa Indonesia yang mula-mula hanya merupakan hasil rekonstruksi dari cara-cara hidup mereka sebelum muncul pengaruh budaya Hindu, Islam, dan Barat. Yang mempunyai arti adalah bagian terakhir dari masa Neolitik dan zaman Megalitik, karena dalam masa inilah munculnya kebudayaan yang tertentu tingkatnya. Mereka bukan lagi bangsa yang berpindah-pindah, cara kehidupan telah menunjukkan adanya organisasi masyarakat yang teratur. Gotong royong menjadi dasar hidupnya, sampai sekarang pun suatu pekerjaan besar di desa dilakukan secara gotong royong. Kepercayaan anisme dan dinamisme pada hakekatnya ialah untuk menjaga agar jiwa, semangat itu selalu merasa senang kepada orang yang menyediakan “sesuatu” (misalnya sesajian) dan untuk tidak menjadikannya marah. Sisa etik bangsa Indonesia yang mula-mula itu masih kita lihat sekarang pada berbagai upcara di dalam berbagai peristiwa hidup yang penting-penting, selamatan, penghormatan pada roh nenek moyang, dan sebagainya. Weihrich dan Koontz sebagaimana dikutip Nana Rukmana dalam bukunya Etika dan Integritas, mendefenisikan etika sebagai “the dicipline dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation”. Secara lebih spesifik Collins Cobuild (1990: 480) mendefenisikan etika sebagai “an idea or moral belief that influences the behaviour, attitudes and philosophy of life of a group of people”. Oleh karena itu konsep etika sering digunakan sinonim dengan moral. Ricocur (1990) mendefenisikan etika sebagai tujuan hidup yang baik bersama dan untuk orang lain di dalam institusi yang adil. Dengan demikian, etika lebih dipahami sebagai refleksi atas baik/buruk, benar/salah yang harus dilakukan atau bagaimana melakukan yang baik atau benar, sedangkan moral mengacu pada kewajiban untuk melakukan yang baik atau apa yang seharusnya dilakukan. Menurut Azyumardi Azra (2012), etika juga dipandang sebagai karakter atau etos individu/kelompopk berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma luhur. Dengan pengertian ini menurut Azyumardi Azra, etika tumpang tindih dengan moralitas dan/atau akhlak dan/atau social decorum (kepantasan sosial) yaitu seperangkat nilai dan norma yang bisa diterima masyarakat, bangsa dan negara secara keseluruhan. Dalam pengertian teoritik sebagaimana dikemukakan dalam pengertian di atas, maka etika sesungguhnya dapat dipahami sebagai wujud karakter setiap individu dalam melakukan suatu tindakan, apakah itu tindakan yang bersifat individu maupun dalam konteks kehidupan sosial. Etika lebih mengandung pengertian yang lebih spesifik di mana menggambarkan watak atau karakter seseorang yang menimbulkan refleksi sosial dalam konteks perilaku kehidupan bersama dalam suatu komunitas. Itulah sebabnya, pengertian etika dalam kajian ilmiah senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai kesusilaan. Kesusilaan memberikan gambaran bagaimana sikap dan tindakan setiap orang dalam kehidupan sosial. Kesusilan mengidentifikasikan perilaku yang setidaknya memberikan gambaran perilaku moral dalam pergaulan sosial. Maka etika memancarkan kebaikan perilaku seseorang sedangkan moral dan kesusilaan mencerminkan kebaikan sosial dari perilaku etik setiap orang. Khaerul Umam dalam bukunya Perilaku Organisasi (2010: 153) memberikan uraian mengenai pengertian etika dan moral dalam praktik kehidupan sehari-hari yang sekaligus membedakan kedua makna tersebut. Dengan menggunakan pengertian Solomon, Umam mengutipnya sebagai berikut: a. Etika pada dasarnya merujuk pada dua hal. (1) Etika berkenaan dengan disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya. Dalam hal ini, etika merupakan salah satu cabang filsafat. (2) Etika merupakan pokok permasalahan dalam disiplin ilmu itu sendiri, yaitu nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. b. Moral, dalam pengertian umum menekankan karakter atau sifat-sifat individu yang khusus, di luar ketaatan pada aturan. Dengan demikian, moral merujuk pada tingkah laku yang bresifat spontan, seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan sebagainya. c. Moralitas mempunyai makna yang lebih khusus sebagai bagian dari etika. Moralitas berfokus pada hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang abstrak dan bebas. Dalam sejarah peradaban manusia sejak abad ke-4 Sebelum Masehi, para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Dalam hubungan itu, sedikitnya terdapat dua belas macam “ide agung” (great ideas) yang merupakan landasan moralitas. Great Ideas: a Syntopicion of Great Books of Western World” yang diterbitkan pada tahun 1952. Dalam buku Alder, dua belas gagasan atau “ide agung” tersebut diringkas menjadi enam prinsip, yang dapat dikatakan merupakan landasan prinsip dari etika. Prinsip-prinsip etika tersebut adalah (a) Prinsip keindahan (beauty), (b) Prinsip persamaan (equality), (c) Prinsip kebaikan (goodness), (d) Prinsip keadilan (justice), (e) Prinsip kebebasan (liberty), dan (f) Prinsip kebenaran (truth). Keenam prinsip etika tersebut secara gamblang memberikan suatu defenisi ilmiah yang juga merupakan secara umum menggambarkan perilaku etik dan moralitas setiap individu dalam kehidupan kolektif. Etika menekankan pada dimensi perilaku sedangkan moral memfokuskan pada tindakan-tindakan dalam praktik kehidupan sosial. Dengan demikian, etika merefleksikan tindakan pribadi seseorangan di dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai kehidupan bersama. Karakter atau kesusilaan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dalam kehidupan bersama, dimensi etik dan karakter atau kesusilaan ini tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial. Karakter dan kesusilaan mencerminkan sifat-sifat individu didalam mentaati aturan berupa hukum yang telah menjadi kesepakatan bersama. Hukum dibuat berdasarkan prinsip-prinsip etika, yang mana etika berangkat dari nilai-nilai kemanusiaan yang merupakan ide dasar dari norma agama. Itulah sebabnya, dalam praktik kehidupan bersama, norma agama, norma hukum, dan norma etika tidak dapat dipisahkan, karena ketiga norma tersebut saling menopang, saling, memperkuat satu sama lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar