Kamis, 03 November 2016

Edisi Etika Penyelengara Pemerintahan

Korupsi Sebagai Wujud
Kerapuhan Spirit Kebangsaan

Oleh :Rahman Yasin
(Tenaga Ahli di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)


Fakta terkini memperlihatkan, praktek kejahatan korupsi menempatkan Indonesia dalam daftar negara kelima terkorup di dunia. Indonesia menempati urutan empat besar dari 146 negara menurut data dari berbagai sumber yang melakukan survei termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW), dan lembaga Survey BPI atau Bribe Payer Index 2011 Transparency International.
Indonesia berada pada posisi kelima, posisi pertama, Azerbaijan, kedua, Bangladesh, ketiga, Bolivia, keempat, Kamerun, dan kelima Indonesia, sedangkan posisi keenam ditempati, Irak, disusul Kenya, Nigeria, Pakistan, dan Rusia. Sungguh sangat menyedihkan, negara demokrasi ketiga di dunia dan berpenduduk muslim terbesar ini menempati peringkat pertama sebagai negara terkorup di kawasan Asia-Pasifik.
Berbagai dampak dari praktek kejahatan korupsi telah mengakibatkan krisis nasionalisme kebangsaan. Sadar atau tidak korupsi yang menggurita mengancam nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Semangat nasionalisme kebangsaan selalu kita dengung-dengungkan tetapi pada tataran praktek nasionalisme seakan-akan menjadi nyanyian untuk mengalihkan isu dan pembenaran atas tindakan-tindakan koruptif.
Korupsi bekerja secara kreatif dan aktif di setiap instansi pemerintahan daerah dan pusat. Umumnya, program pembangunan dijadikan politik legalistik sekaligus pintu masuk para tangan-tangan jahil yang tidak memiliki kesadaran akan hak orang lain. Tidak jarang dalam praktek seringkali menunjukan betapa mahir dan inovatif para pelaku korupsi memainkan peran politik.

Penyimpangan Pemilu
Kemajuan demokrasi nampaknya disertai dengan praktek penyimpangan dalam penyelenggaraan pemilu. Politik uang atau money politic merupakan dua hal yang seakan-akan tidak terpisahkan dalam praktek pemilu. Bagaimanapun kegiatan politik dengan macam-macam bentuk memerlukan uang sebagai alat untuk memperkuat sumber daya. Uang tidak sedikit yang digunakan calon pemimpin (calon anggota DPR/DPD/DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dalam pemilu. Usaha-usaha penyuapan pun terjadi dalam politik pemilu.
Uang adalah salah satu faktor yang cukup dominan dalam pemenangan seorang calon pemimpin. Uang memiliki pengaruh yang tak kalah hebatnya dari cara seseorang mempengaruhi prefrensi politik rakyat dalam pemilu. Hampir bisa ditemukan, politik pemilu kerap dikotori dengan praktek maney politic.
Uang menjadi mesin penggerak politik bahkan uang juga menjadi pemulus mesin politik dalam memenangkan kandidat. Dengan demikian, uang memiliki kekuatan daya tarik sebagai pengikat para pemilih terutama massa pemilih ngambang. Dalam konteks itu, seorang pakar politik mengatakan, “money is not sufficient, but it is necessary for successful campaign. Money is neccessary because caampaigns do have impaact on election results and campaign cannot be run without it”.
Dalam kontestasi pemilu, setiap kandidat atau calon hanya mengandalkan visi misi saja tidak cukup tetapi uang adalah aspek strategis dari cara untuk memenangkan pertarungan pemilu. Uang merupakan modal politik finansial yang amat menentukan berhasil tidaknya kampanye dalam membangun sebuah pencitraan.
Oleh sebab itu, bukan lagi jadi rahasia umum, banyak calon incunbent  yang menjelang pemilihan memanfaatkan segala sumber daya politik kebijakan formal negara untuk kepentingan politik. Kebijakan koruptif pemerintah bukan menjadi rahasia, banyak kebijakan di sektor keuangan negara yang sengaja disimpangkan untuk kepentingan kampanye pemilu.

Pemberantasan Korupsi
Indonesia yang gemah ripah sekaligus menjadi ladang korupsi bagi koruptor mengoperasikan segala bentuk kegiatan penyimpangan kekuasaan (abuse of power) harus segera dibasmi. Pembasmian sarang-sarang korupsi oleh lembaga penegak hukum haruslah bersifat balanced and equal of power masing-masing lembaga. Titik rawan persembuyian sekaligus medan operator koruptor dideteksi secara akurat oleh institusi penegak hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bekerja keras, dan dalam kondisi tertentu jika perlu melampau kreativitas wewenang sepanjang untuk pemberantasan kejahatan korupsi, dan menegakan kebaikan. Bagaimanapun peran criminal policy yang dimainkan KPK sebagai political power membutuhkan pelibatan masyarakat secara aktif karena publik mempunyai kekuatan sebagai social power yang efektif termasuk pers.
Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara komprehensif dengan sistem hukum yang terintegrasi (systemic approach), dan memetakan hukum (legal issuesebagai suatu cara penyelesian hukum (legal solution). Dan tak kalah penting, pencegahan praktek korupsi, sejatinya pemerintah dan DPR mendorong efektivitas penerapan kode etik penegakan hukum di semua instansi penegak hukum. Amerika Serikat tahun 1978 punya lembaga etika pemerintahan (Office of Government Ethics-OGE) dibentuk untuk pengawasan penyelenggaraan pemerintahan. Alhasil, lembaga etika pemerintahan ini berjalan efektif.
Cita-cita pemerintahan yang bersih semestinya sejalan dengan komitmen penegakan hukum yang efektif. Penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan rakyat Indonesia, maka rasa kebersamaan kebangsaan memperkokoh nilai-nilai Pancasila dan UU 1945 di masyarakat. Momentum merayakan hari suci Islam 1 Syawal 1433 H hendaknya mampu melahirkan kesadaran etik dan kemanusiaan yang tinggi terutama di tingkat elit untuk mengibarkan nasionalisme kebangsaan melawan kejahatan korupsi. Mudah-mudahan dengan semangat Idul Fitri, korupsi bias diminimalkan demi masa depan yang lebih baik.

Keterangan: Arsip Tulisan Artikel Lepas
Jakarta, 23 Juli 2012.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar