Korupsi Sebagai Wujud
Kerapuhan Spirit Kebangsaan
Oleh :Rahman Yasin
(Tenaga Ahli di Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu)
Fakta terkini memperlihatkan, praktek kejahatan korupsi
menempatkan Indonesia dalam daftar negara kelima terkorup di dunia. Indonesia
menempati urutan empat besar dari 146 negara menurut data dari berbagai sumber
yang melakukan survei termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW), dan lembaga Survey
BPI atau Bribe Payer Index 2011 Transparency International.
Indonesia
berada pada posisi kelima, posisi pertama, Azerbaijan, kedua, Bangladesh, ketiga, Bolivia, keempat,
Kamerun, dan kelima Indonesia, sedangkan posisi keenam ditempati,
Irak, disusul Kenya, Nigeria, Pakistan, dan Rusia. Sungguh sangat menyedihkan, negara
demokrasi ketiga di dunia dan berpenduduk muslim terbesar ini menempati
peringkat pertama sebagai negara terkorup di kawasan Asia-Pasifik.
Berbagai
dampak dari praktek kejahatan korupsi telah mengakibatkan krisis nasionalisme
kebangsaan. Sadar atau tidak korupsi yang menggurita mengancam nilai-nilai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Semangat nasionalisme kebangsaan selalu
kita dengung-dengungkan tetapi pada tataran praktek nasionalisme seakan-akan
menjadi nyanyian untuk mengalihkan isu dan pembenaran atas tindakan-tindakan
koruptif.
Korupsi
bekerja secara kreatif dan aktif di setiap instansi pemerintahan daerah dan
pusat. Umumnya, program pembangunan dijadikan politik legalistik sekaligus
pintu masuk para tangan-tangan jahil yang tidak memiliki kesadaran akan hak
orang lain. Tidak jarang dalam praktek seringkali menunjukan betapa mahir dan
inovatif para pelaku korupsi memainkan peran politik.
Penyimpangan Pemilu
Kemajuan demokrasi nampaknya disertai dengan praktek
penyimpangan dalam penyelenggaraan pemilu. Politik uang atau money politic merupakan dua hal yang
seakan-akan tidak terpisahkan dalam praktek pemilu. Bagaimanapun kegiatan
politik dengan macam-macam bentuk memerlukan uang sebagai alat untuk memperkuat
sumber daya. Uang tidak sedikit yang digunakan calon pemimpin (calon anggota DPR/DPD/DPRD
Provinsi/Kabupaten/Kota, Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dalam pemilu.
Usaha-usaha penyuapan pun terjadi dalam politik pemilu.
Uang adalah salah satu faktor yang cukup dominan dalam
pemenangan seorang calon pemimpin. Uang memiliki pengaruh yang tak kalah
hebatnya dari cara seseorang mempengaruhi prefrensi politik rakyat dalam
pemilu. Hampir bisa ditemukan, politik pemilu kerap dikotori dengan praktek maney politic.
Uang menjadi mesin penggerak politik bahkan uang juga
menjadi pemulus mesin politik dalam memenangkan kandidat. Dengan demikian, uang
memiliki kekuatan daya tarik sebagai pengikat para pemilih terutama massa
pemilih ngambang. Dalam konteks itu, seorang pakar politik mengatakan, “money is not sufficient, but it is
necessary for successful campaign. Money is neccessary because caampaigns do
have impaact on election results and campaign cannot be run without it”.
Dalam kontestasi pemilu, setiap kandidat atau calon hanya
mengandalkan visi misi saja tidak cukup tetapi uang adalah aspek strategis dari
cara untuk memenangkan pertarungan pemilu. Uang merupakan modal politik
finansial yang amat menentukan berhasil tidaknya kampanye dalam membangun
sebuah pencitraan.
Oleh sebab itu, bukan lagi jadi rahasia umum, banyak
calon incunbent yang menjelang pemilihan memanfaatkan
segala sumber daya politik kebijakan formal negara untuk kepentingan politik.
Kebijakan koruptif pemerintah bukan menjadi rahasia, banyak kebijakan di sektor
keuangan negara yang sengaja disimpangkan untuk kepentingan kampanye pemilu.
Pemberantasan Korupsi
Indonesia yang gemah ripah sekaligus menjadi ladang korupsi bagi koruptor mengoperasikan
segala bentuk kegiatan penyimpangan kekuasaan (abuse of power) harus segera dibasmi. Pembasmian sarang-sarang korupsi oleh lembaga penegak hukum haruslah bersifat balanced and equal
of power masing-masing lembaga. Titik rawan persembuyian sekaligus medan operator koruptor dideteksi secara akurat oleh institusi penegak hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus
bekerja keras, dan dalam kondisi tertentu jika perlu melampau kreativitas
wewenang sepanjang untuk pemberantasan kejahatan korupsi, dan menegakan
kebaikan. Bagaimanapun peran criminal policy yang dimainkan KPK sebagai political power membutuhkan pelibatan masyarakat secara aktif karena publik mempunyai
kekuatan sebagai social
power yang efektif termasuk pers.
Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara komprehensif
dengan sistem hukum yang terintegrasi (systemic approach), dan memetakan hukum (legal issue) sebagai suatu cara penyelesian hukum (legal solution). Dan tak kalah penting, pencegahan praktek korupsi,
sejatinya pemerintah dan DPR mendorong efektivitas penerapan kode etik
penegakan hukum di semua instansi penegak hukum. Amerika Serikat tahun 1978 punya lembaga etika pemerintahan (Office of Government Ethics-OGE) dibentuk untuk pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan. Alhasil, lembaga etika pemerintahan ini berjalan
efektif.
Cita-cita pemerintahan yang bersih semestinya
sejalan dengan komitmen penegakan hukum yang efektif. Penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan rakyat
Indonesia, maka rasa kebersamaan kebangsaan memperkokoh nilai-nilai Pancasila
dan UU 1945 di masyarakat. Momentum merayakan hari suci Islam 1 Syawal 1433 H
hendaknya mampu melahirkan kesadaran etik dan kemanusiaan yang tinggi terutama
di tingkat elit untuk mengibarkan nasionalisme kebangsaan melawan kejahatan
korupsi. Mudah-mudahan
dengan semangat Idul Fitri, korupsi bias diminimalkan demi masa depan yang
lebih baik.
Keterangan: Arsip Tulisan Artikel Lepas
Jakarta, 23 Juli 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar