Judul
buku : Pengantar Politik Global (Introduction
to Global Politics)
Penulis
: Richard W Manasbach & Kirsten L Rafferty
Penerjemah:
Amat Asnawi
Penerbit
: Nusa Media
Tebal
buku : XXVIII+1060
Cetakan
I: Agustus 2012
Harga
: 175.000,00
Oleh : Rahman Yasin
Masih
ingat kita ketika seorang pemikir politik dari Harvard, Samuel P. Huntington,
yang memperkenalkan tesis The clash of
civilizations (Benturan Antarperadaban) melalui karya menariknya, The Clash of Civilizations and The Remaking
of World Order (1996) memicu banyak perdebatan politik ideologi. Gagasan
besar buku ini adalah bagaimana Barat memusatkan perhatian kepada negara-negara
Islam untuk menerapkan demokrasi, bahkan lebih ekstrim disebutkan peradaban
Islam berpotensi mengancam demokratisasi.
Buku terbaru Richard W Manasbach & Kirsten L Rafferty
berjudul Introduction to Global Politics
(Pengantar Politik Global) ini membahas politik global dalam konteks persaingan
politik Internasional yang melibatkan analisis kritis transformasi budaya
global sebagai varian kajian gerakan terorisme global. Kajian terorisme
memusatkan perhatian pada bagaimana memotret gerakan politik global berbasis budaya,
yang menurut penulis gerakan terorisme lebih menonjolkan pada pertarungan
ideologi politik dengan mengedepankan identitas sektoral dan mengaburkan
nilai-nilai kemanusiaan sebagai aspek fundamental dalam diferensiasi agama.
Isu
global jadi tema sentral pembahasan buku ini ialah gejala radikalisme modern
dalam kerangka politik global. Gerakan radikalisme dan fundamentalisme pada
awal abad XX memasuki babak baru. Benturan nilai-nilai kemanusiaan dengan
globalisasi karena tidak terkelola secara komprehensif oleh negara-negara maju
dan berkembang memicu pertengkaran ideologi secara membabi buta. Padahal, semua
agama yang diturunkan Tuhan ke muka bumi tujuannya sama yaitu mewujudkan
keotentikan peradaban kemanusiaan melalui demokrasi.
Pemboman
klub Bali (Agustus 2003), penghancuran New York World Trade Center Towers
(September 2001), pemboman KA komputer di Madrid, Spanyol (Maret 2004), dan
pemboman KA bawah tanah dan Bus di London (Juli 2005) merupakan contoh nyata
meningkatnya bahaya terorisme terhadap keamanan warga sipil tak berdosa.
Terorisme menggunakan ancaman dan kekerasan baik diorganisir oleh negara maupun
oleh kelompok-kelompok militan. Terorisme modern menggunakan teknologi modern.
(Hal: 395).
Munculnya
identitas global menjadi ancaman adat lokal dan nasional setiap negara. Gerakan
radikalisme, dan fundamentalisme dengan menggunakan Islam sebagai simbol
personifikasi bahkan tidak tanggung-tanggung memanfaatkan Islam sebagai basis
legitimasi pembenaran atas tindakan atasnama misi suci (tujuan agama) oleh
segelintir umat manusia seringkali menimbulkan persepsi dan interpretasi
tentang Islam secara keliru oleh sebagian kalangan. Tesis Huntington tentang Clas of Civilitation (benturan antar
peradaban) seakan-akan menjadi suatu “kebenaran ideologi kemanusiaan universal
di satu sisi” tetapi pada konteks yang berbeda tesis ini masih menjadi wacana
perdebatan ilmiah.
Merebaknya
radikalisme tidak lepas dari konstruksi sosial politik negara-negara di dunia
yang merumuskan kepentingan politik, ekonomi, dan sosial-budaya yang tidak
adil. Petualangan politik luar negeri negara adidaya setelah perang dingin
1980/1990 yang menggeser kekuatan Uni Soviet (komunis) dan kompetisi politik
global tidak fair menjadi titik tolak
lahirnya gerakan radikalisme. Kebijakan politik dalam dan luar negeri setiap
negara yang mengabaikan kesejahteraan rakyat juga mendorong gerakan terorisme.
Ketidakadilan politik luar negeri bersifat double
standard juga turut melahirkan terorisme.
Dan
yang tak kalah menarik ialah ketidakmampuan negara mengatasi korupsi dan kurang
dinamisnya demokratisasi di negara-negara modern pun menyuburkan gerakan
terorisme. Ambivalensi praktek demokrasi politik ekonomi global negara adidaya
Amerika Serikat mendorong gerakan politik global menjurus pada terorisme, dan
meningkatnya gejala ketidakseimbangan teologi sosial---claim of truth dan claim of salvation pada kelompok
masyarakat tertentu menjadi potensi lahirnya terorisme global.
Pada
akhir pembahasan buku ini, penulis menampilkan perdebatan globalisasi sebagai
tolok ukur akselerasi penerapan demokrasi di negara-negara maju dan berkembang.
Penulis mengajukan analisis dengan fakta tentang perkembangan negara-negara
yang menerapkan sistem demokrasi. Dari 62 negara yang diteliti rotasi
demokratisasi, 10 negara yang paling global menerapkan demokrasi kecil yang
sangat maju: (1) Singapura, (2) Swiss, (3) Amerika Serikat, (4) Irlandia, (5)
Denmark, (6) Kanada, (7) Belanda, (8) Australia, (Austria, (10) Swedia,
sebaliknya yang paling tidak global---(62) Iran, (61) India, (60) Indonesia,
(59) Venezuela, (58) Bangladesh, (57) Turki, (56) Pakistan, (55) Mesir, (54)
Kolombia, dan (53) Kenya (hal: 896), yang oleh penulis dikategorikan sebagai
negara-negara besar yang relatif mengalami jumlah penduduk miskin dengan beberapa
aspek pengecualian termasuk fase penggunaan sistem otoriter dari rezim yang
berkuasa.
Standar
ukuran kualitas ekonomi dan kontak pribadi Amerika Serikat menempati peringkat
pertama dalam hal integrasi ekonomi. Berbeda dengan Singapura yang dalam konteks
kompetisi ekonomi global dari sisi integrasi ekonomi menempati posisi pertama
dan sekaligus lebih rendah dari kualitas pelibatan politik.
Kecenderungan
masyarakat Internasional pada persepsi politik global pun memiliki makna
variatif. Meningkatnya partisipasi politik elit dan aktor kelas menengah yang
aji mumpung (berperan aktif sebatas kolektor politik) dan tidak menempatkan
diri sebagai agen komunikator dan penentu kecenderungan politik global dengan
menjadikan demokrasi sebagai alat politik global dalam konteks berbeda
melahirkan politik ekonomi global yang tidak adil sehingga secara tidak
langsung memberikan kontribusi politik global bagi terorisme.
Kearifan
buku ini terlihat dari ketajaman analisis dan objektivitas kajian ilmiah
penulis mengangkat tema terorisme global dari sisi politik global sebagai
sebuah pengantar tanpa menimbulkan stigma negatif bagi agama tertentu. Tetapi
lebih pada penekanan ketidakadilan setiap pemerintahan dan perlakuan negara
terhadap warga bangsa yang semena-mena (demokrasi standard ganda alias
otoriter) sebagai titik tekan kajian historis empirik. Titik tekan solusi yang
ditawarkan buku ini ialah mengekspektasikan politik global sejatinya
mengembalikan nilai kemanusiaan dan kehadiran umat manusia dipentas politik
dunia yang mampu memberikan jaminan keamanan, ketertiban, dan kedamaian dunia. Kajian kritis
terorisme lebih menekankan pada aspek ketimpangan struktural dan kesenjangan
kultural akibat ketidakadilan negara-negara maju menerapkan demokrasi dan ketergantungan politik
negara-negara menengah ke bawah terhadap negara maju.
_____________________________
Diresensi
oleh Rahman Yasin, Penulis buku Gagasan Islam tentang Demokrasi dan Menulis
tentang Pemilu.