Reaktualisasi Nilai-nilai Keadilan
Dalam Praktik Kehidupan Bernegara
Oleh : Rahman Yasin
(Tenaga Ahli di Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu)
Keadilan dalam Perspektif Ilmiah Menurut Beberapa
Pemikir
Dalam kehidupan
kita sehari-hari, kita sering bersikap adil atau tidak adil terhadap seseorang,
binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Sikap adil lebih berorientasi kepada kebaikan,
begitu pula sebaliknya dengan sikap tidak adil yang lebih identik kepada
keburukan. Dari sikap adil ini dapat tercipta suatu keadilan antara satu
makhluk dengan makhluk lainnya.
Definisi adil menurut kamus modern Bahasa Indonesia adalah benar, patut,
tidak memandang siapapun. Sedangkan,definisi keadilan dalam kamus modern Bahasa Indonesia adalah sikap dan
sifat serta perlakuan yang tidak berat sebelah. Jika dilihat dari sudut pandang
yang berbeda, maka keadilan memiliki definisi atau pengertian yang
berbeda pula. Hal ini dapat ditunjukkan dari berbagai pendapat yang dikemukakan
oleh para pakar di bidang hukum yang memberikan definisi yang berbeda-beda
mengenai keadilan.
1.
Keadilan menurut
Aristoteles ada dua macam yakni :
a. Keadilan distributif atau justitia
distributiva; Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan
kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya
masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat
dengan perorangan dan berlaku dalam hukum publik serta berfokus pada
distribusi, honor, kekayaan dan barang-barang lain yang sama-sama didapatkan
dalam masyarakat.
b. Keadilan kumulatif atau justitia
cummulativa; Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh
masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini
didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela atau tidak.
Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata dan pidana, misalnya dalam
perjanjian tukar-menukar dan pelanggaran kesepakatan. Serta berfokus pada
pembetulan sesuatu yang salah. Keadilan korektif bertugas membangun kembali
kesetaraan.
2.
Sedangkan, Thomas Aquinas (filsuf hukum alam), membedakan keadilan dalam dua
kelompok. Pertama, keadilan umum (justitia generalis); dan kedua, keadilan umum yakni keadilan menurut kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan demi
kepentingan umum. Keadilan khusus; Keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan
atau proporsionalitas. Keadilan ini dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu :
-
Keadilan
distributif (justitia distributiva)
adalah keadilan yang secara proporsional yang diterapkan dalam lapangan hukum
publik secara umum.
-
Keadilan
kumutatif (justitia cummulativa)
adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dengan kontraprestasi.
-
Keadilan
vindikativ (justitia vindicativa)
adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak
pidana. Seseorang dianggap adil apabila ia dipidana badan atau denda sesuai
dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang
dilakukannya.
3.
Keadilan menurut
Notohamidjojo (1973: 12), yaitu keadilan kreatif (iustitia creativa); Keadilan kreatif adalah keadilan
yang memberikan kepada setiap orang untuk bebas menciptakan sesuatu sesuai
dengan daya kreativitasnya. Keadilan protektif (iustitia protectiva);
Keadilan protektif adalah keadilan yang memberikan pengayoman kepada setiap
orang, yaitu perlindungan yang diperlukan dalam masyarakat.
4. Keadilan
menurut John Rawls
John Rawls yang
hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan munculnya
pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada saat itu.
Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah (1) jaminan stabilitas hidup
manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama.
Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah
struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan,
kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori
struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk:
a) menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak
b) melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.
Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situsi
sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang
dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas
ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position).
Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota
masyarakat secara sederajat.
Ada tiga syarat suapaya manusia dapat sampai pada posisi asli, yaitu:
- Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah
posisi yang akan diraih seorang pribadi tertentu di kemudian hari. Tidak
diketahui manakah bakatnya, intelegensinya, kesehatannya, kekayaannya, dan
aspek sosial yang lain.
- Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan
dipilih secara konsisten untuk memegang pilihannya tersebut.
- Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka
mengejar kepentingan individu dan baru kemudian kepentingan umum. Ini
adalah kecenderungan alami manusia yang harus diperhatikan dalam menemukan
prinsip-prinsip keadilan.
Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah kebebasan
yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak, dan prinsip
ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah. Prinsip ini
merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas kesempatan.
Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yakni (1) Kebebasan
yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas; (2) perbedaan, dan (3) persamaan yang adil atas kesempatan.
Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai
kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini
adalah untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian
keadilan. Maka harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun
realitas masyarakat menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud
karena adanya perbedaan kondisi dalam masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar
untuk memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan
derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi
kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah
asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama.
5. Keadilan Menurut Adam Smith
Alasan Adam Smith
hanya menerima satu konsep atau teori keadilan yang menurutnya keadilan
sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut
kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak
dengan orang atau pihak yang lain. Keadilan legal sesungguhnya sudah terkandung
dalam keadilan komutatif, karena keadilan legal sesungguhnya hanya konsekuensi
lebih lanjut dari prinsip keadilan komutatif yaitu bahwa demi menegakkan
keadilan komutatif negara harus bersikap netral dan memperlakukan semua pihak
secara sama tanpa terkecuali. Adam Smith menolak keadilan distributif sebagai
salah satu jenis keadilan. Alasannya antara lain karena apa yang disebut
keadilan selalu menyangkut hak semua orang tidak boleh dirugikan haknya atau
secara positif setiap orang harus diperlakukan sesuai dengan haknya.
Ada 3 prinsip pokok keadilan komutatif menurut Adam Smith, yaitu:
a. Prinsip No Harm
Menurut Adam Smith prinsip paling pokok dari keadilan adalah prinsip no
harm atau prinsip tidak merugikan orang lain. Dasar dari prinsip ini adalah
penghargaan atas harkat dan martabat manusia beserta hak-haknya yang melekat
padanya, termasuk hak atas hidup.
b. Prinsip non intervention
Prinsip non intervention adalah prinsip tidak ikut campur tangan.
Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan
setiap orang tidak diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan
kegiatan orang lain.
c. Prinsip pertukaran yang adil
Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair,
terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Ini
sesungguhnya merupakan penerapan lebih lanjut prinsip no harm secara khusus
dalam pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihak lain dalam pasar.
6.
Keadilan menurut Ibnu Taymiyyah (661-728 H).
Ibnu Taymiyyah mengartikan
keadilan sebagai sesuatu yang sifatnya memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya
yang harus diperolehnya tanpa diminta; tidak berat sebelah atau tidak memihak
kepada salah satu pihak; mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar
dan mana yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah
ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi
pilar bagi berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga, dan masyarakat.
Keadilan tidak hanya menjadi idaman setiap insan bahkan kitab suci umat Islam
menjadikan keadilan sebagai tujuan risalah samawi.
Ibnu Taimiyah menyatakan , “Wahai para pemimpin Muslim, Allah memerintahkan kepada kalian untuk
berlaku amanat dalam kepemimpinan kalian, tempatkanlah sesuatu pada tempat dan
tuannya, jangan pernah mengambil sesuatu kecuali Allah mengizinkannya, jangan
berbuat zalim, berlaku adil adalah keharusan dalam menetapkan keputusan hukum
di antara manusia. Semua ini adalah perintah Allah yang ditetapkan dalam
Alquran dan Sunnah. Jangan pernah melanggarnya, karena itu perbuatan dosa.”
Mengenai penegakan keadilan, Ibnu Taimiyah memperingatkan bahwa seorang
pemimpin yang adil akan mampu menegakkan negara walaupun ia kafir. Namun,
seorang pemimpin yang zalim malah akan menghancurkan negara walaupun ia Muslim
sekalipun. Hal senada disampaikan penulis buku “Al-Hasabah”, “Negara akan tetap
tegak berdiri dengan keadilan dan kekufuran, namun negara akan segera hancur
dengan kezaliman dan Islam” . Untuk itu, sudah merupakan kepentingan negara
Islam berlaku adil untuk warga Muslim ataupun pihak lain yang menjadi lawan
komunikasinya, tak terkecuali walau bukan dari golongan Muslim sekalipun. Tidak
dapat dipungkiri, al-Qur’an meningkatkan sisi keadilan dalam kehidupan manusia,
baik secara kolektif maupun individual.
Dari terkaitnya beberapa pengertian kata ‘adl dengan wawasan atau sisi
keadilan secara langsung itu saja, sudah tampak dengan jelas betapa porsi
“warna keadilan ” mendapat tempat dalam al-Qur’an sehingga dapat dimengerti
sikap kelompok Mu’tazilah dan Syi’ah untuk menempatkan keadilan (adalah)
sebagai salah satu dari lima prinsip utama al-Mabdi al-Khamsah) dalam keyakinan
atau akidah mereka. Hal-hal yang ditentukan sebagai capaian yang harus diraih
kaum Muslim itu menunjukkan orientasi yang sangat kuat akar keadilan dalam
Al-Qur’an. Demikian pula, wawasan keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada
lingkup mikro dari kehidupan warga masyarakat secara perorangan, melainkan juga
lingkup makro kehidupan masyarakat itu sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut
bagi kaum Muslim saja tetapi juga mereka yang beragama lain.
Fase terpenting dari wawasan keadilan yang dibawakan al-Qur’an itu
adalah sifatnya sebagai perintah agama, bukan sekedar sebagai acuan etis atau
dorongan moral belaka. Pelaksanaannya merupakan pemenuhan kewajiban agama dan
dengan demikian akan diperhitungkan dalam amal perbuatan seorang Muslim di hari
perhitungan (yaum al-hisab) kelak. Dengan demikian, wawasan keadilan dalam
al-Qur’an mudah sekali diterima sebagai sesuatu yang ideologis, sebagaimana
terbukti dari revolusi yang dibawakan Ayatullah Khomeini di Iran. Sudah tentu
dengan segenap bahaya-bahaya yang ditimbulkannya, karena ternyata dalam
sejarah, keadilan ideologis cenderung membuahkan tirani yang mengingkari
keadilan itu Sebab kenyataan penting juga harus dikemukakan dalam hal ini,
bahwa sifat dasar wawasan keadilan yang dikembangkan al-Qur’an ternyata bercorak
mekanistik, kurang bercorak reflektif. Macam-macam keadilan diantaranya :
1) Keadilan Komutatif (iustitia
commutativa) yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa
yang menjadi bagiannya berdasarkan hak seseorang (diutamakan obyek tertentu
yang merupakan hak seseorang).
2) Keadilan Distributif (iustitia
distributiva) yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa
yang menjadi haknya kepada setiap orang berdasarkan asas proporsionalitas atau
kesebandingan berdasarkan kecakapan, jasa atau kebutuhan.
3) Keadilan Moral atau Keadilan Legal (iustitia
Legalis), yaitu keadilan berdasarkan Undang-Undang (obyeknya tata
masyarakat) yang dilindungi UU untuk kebaikan bersama (bonum Commune).
4) Keadilan Vindikatif (iustitia
vindicativa) adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang
hukuman atau denda sesuai dengan pelanggaran atau kejahatannya.
5) Keadilan Kreatif (iustitia
creativa) adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang bagiannya
berupa kebebasan untuk mencipta sesuai dengan kreatifitas yang dimilikinya di
berbagai bidang kehidupan.
6) Keadilan Protektif (iustitia
protectiva) adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada
pribadi-pribadi dari tindakan sewenang-wenang pihak lain.
7) Keadilan Kodrat Alam, yaitu memberi sesuatu sesuai dengan yang diberikan
orang lain kepada kita.
8) Keadilan Perbaikan, adalah keadilan yang diberikan jika seseorang telah
berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar.
9) Keadilan Konvesional, adalah keadilan yang diberikan jika seorang warga
negara telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah diberikan.
Keadilan (a’dl) menurut Islam
tidak hanya merupakan dasar dari masyarakat Muslim yang sejati, sebagaimana di masa
lampau dan seharusnya di masa mendatang. Orang yang imannya benar dan berfungsi
dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Hal ini tergambar
dengan sangat jelas dalam surat di atas. Keadilan adalah perbuatan yang paling
takwa atau keinsyafan ketuhanan dalam diri manusia.
Dalam Alquran, keadilan dinyatakan dengan istilah “‘adl” dan “qist”.
Pengertian adil dalam Alquran sering terkait dengan sikap seimbang dan
menengahi. Dalam semangat moderasi dan toleransi, juga dinyatakan dengan
istilah “wasath” (pertengahan). “Wasath” adalah sikap berkeseimbangan
antara dua ektrimitas serta realitas dalam memahami tabiat manusia, baik dengan
menolak kemewahan maupun aksetisme yang berlebihan. Mendalamnya makna keadilan
berdasarkan iman bisa dilihat dari kaitannya dengan amanat (amanah, titipan
suci dari tuhan) kepada manusia untuk sesamanya. Khususnya amanat yang
berkenaan dengan kekuasaan memerintah. Kekuasaan pemerintahan adalah sebuah
keniscayaan demi ketertiban tatanan hidup kita. Sendi setiap bentuk kekuasaan
adalah sikap patuh dari banyak orang kepada penguasa. Kekuasaan dan ketaatan
adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Namun, kekuasaan yang patut dan
harus ditaati hanyalah yang mencerminkan rasa keadilan karena menjalankan
amanat Tuhan.
Keadilan itu sendiri memiliki sifat yang berseberangan dengan dusta atau
kecurangan. Dimana kecurangan sangat identik dengan perbuatan yang tidak baik
dan tidak jujur atau dalam agama Islam lebih dikenal dengan zalim. Kecurangan
pada dasarnya merupakan penyakit hati yang dapat menjadikan orang tersebut
menjadi serakah, tamak, rakus, iri hati, matrealistis serta sulit untuk
membedakan antara hitam dan putih lagi dan mengkesampingkan nurani dan sisi
moralitas. Keadilan dan kecurangan merupakan sikap mental yang membutuhkan
keberanian dan sportifitas. Keadilan dan kecurangaan atau ketidakadilan tidak
akan dapat berjalan dalam waktu bersamaan karena kedua sangat bertolak belakang
dan berseberangan.
Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat
Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang
bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang
berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan
kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu
saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.
Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal dari bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam
makna yang berbeda yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil
atau fair (sinonimnya justness),
(2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang
menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan (3) orang,
yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara
di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge,
jurist, magistrate).
Sedangkan kata “adil” dalam bahasa Indonesia bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya
sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan
cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Untuk menggambarkan keadilan juga
digunakan kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukm,
dan sebagainya. Sedangkan akar kata ‘adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya
bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (misalnya
“ta’dilu” dalam
arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl
dalam arti tebusan).
Beberapa kata yang memiliki arti sama dengan kata “adil” di dalam
Al-Qur’an digunakan berulang ulang. Kata “al
‘adl” dalam Al qur’an dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 35
kali. Kata “al qisth”
terulang sebanyak 24 kali. Kata “al
wajnu” terulang sebanyak kali, dan kata “al wasth” sebanyak 5 kali.
Untuk mengetahui apa yang adil dan apa yang tidak adil terlihat bukan
merupakan kebijakan yang besar, lebih-lebih lagi jika keadilan diasosiasikan
dengan aturan hukum positif, bagaimana suatu tindakan harus dilakukan dan
pendistribusian menegakkan keadilan, serta bagaimana memajukan keadilan. Namun
tentu tidak demikian halnya jika ingin memainkan peran menegakkan keadilan. Perdebatan
tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran hukum dan
teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan yang
dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara
rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik
ekstrim tersebut.
Plato yang dikenal sebagai sosok pemikir idealis abstrak yang juga mengakui kekuatan-kekuatan diluar kemampuan
manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam filsafatnya menjelaskan keadilan sebagai suatu nilai
universalisme yang harus dilaksanakan semua umat manusia. Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia
biasa. Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat.
Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:
- Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya
kelas penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing penjaga harus
dipisahkan secara tegas dengan domba manusia.
- Identifikasi takdir negara dengan takdir
kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap kelas ini dan persatuannya;
dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan
dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi
kepentingan-kepentingan anggotanya.
Dari elemen-elemen prinsipal ini, elemen-elemen lainnya dapat
diturunkan, misalnya berikut ini:
- Kelas penguasa punya monopoli terhadap
semua hal seperti keuntungan dan latihan militer, dan hak memiliki senjata
dan menerima semua bentuk pendidikan, tetapi kelas penguasa ini tidak
diperkenankan berpartisipasi dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam
usaha mencari penghasilan,
- Harus ada sensor terhadap semua aktivitas
intelektual kelas penguasa, dan propaganda terus-menerus yang bertujuan
untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka. Semua inovasi dalam
pendidikan, peraturan, dan agama harus dicegah atau ditekan.
- Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient).
Negara harus bertujuan pada autarki ekonomi, jika tidak demikian, para
penguasa akan bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu
sendiri menjadi pedagang. Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan
mereka, sedangkan alternatif kedua akan melemahkan persatuan kelas
penguasa dan stabilitas negaranya.
Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan pada struktur
aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas ini adalah
tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan bukan
mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan negara.
Bagaimana individu melayani negara.
Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya sebagai kualitas
atau fungsi smakhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh
manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan digeser ke dunia lain,
di luar pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk
pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan
yang tidak dapat diduga. Oleh karena inilah Plato mengungkapkan bahwa yang
memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the king of philosopher. Sedangkan Aristoteles
adalah peletak dasar rasionalitas dan empirisme. Pemikirannya tentang keadilan
diuraikan dalam bukunya yang berjudul Nicomachean Ethics. Buku ini secara
keselurahan membahas aspek-aspek dasar hubungan antar manusia yang meliputi
masalah-masalah hukum, keadilan, persamaan, solidaritas perkawanan, dan
kebahagiaan.
Keadilan Dalam
Arti Umum
Keadilan sering
diartikan sebagai ssuatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat
orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan
sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan
adalah ketidakadilan.
Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan terhadap obyek
tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku dua dalil, yaitu;
- jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi
buruk juga diketahui;
- kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang
berada dalam kondisi “baik”
Untuk mengetahui
apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan yang
jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih pula sisi yang
lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu.
Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang
tidak patuh terhadap hukum (unlawful,
lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang
yang patuh terhadap hukum (law-abiding)
dan fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua
tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah
adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan
masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan
mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.
Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial.
Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri,
tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan
pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai
sebuah nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi
memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang lain
adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi adalah
nilai. Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan
sebagai ciri utama tindakan yang tidak fair.
Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas,
bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dedengan hukum sebagai salah satu
tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun
apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan
ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan kejahatan dapat
menimbulkan ketidak adilan.
Keadilan Dalam
Arti Khusus
Keadilan dalam
arti khusus terkait dengan beberapa pengertian berikut ini, yaitu:
a. Sesuatu yang terwujud dalam
pembagian penghargaan atau uang atau hal lainnya kepada mereka yang memiliki
bagian haknya.
Keadilan ini adalah persamaan diantara anggota masyarakat dalam suatu
tindakan bersama-sama. Persamaan adalah suatu titik yang terletak diantara
“yang lebih” dan “yang kurang” (intermediate).
Jadi keadilan adalah titik tengan atau suatu persamaan relatif (arithmetical justice).
Dasar persamaan antara anggota masyarakat sangat tergantung pada sistem yang
hidup dalam masyarakat tersebut. Dalam sistem demokrasi, landasan persamaan
untuk memperoleh titik tengah adalah kebebasan manusia yang sederajat sejak
kelahirannya. Dalam sistem oligarki dasar persamaannya adalah tingkat
kesejahteraan atau kehormatan saat kelahiran. Sedangkan dalam sistem
aristokrasi dasar persamaannya adalah keistimewaan (excellent). Dasar yang berbeda tersebut
menjadikan keadilan lebih pada makna persamaan sebagai proporsi. Ini adalah
satu spesies khusus dari keadilan, yaitu titik tengah (intermediate) dan proporsi.
b.
Perbaikan suatu
bagian dalam transaksi.
Arti khusus lain dari keadilan adalah sebagai perbaikan (rectification). Perbaikan
muncul karena adanya hubungan antara orang dengan orang yang dilakukan secara
sukarela. Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila masing-masing
memperoleh bagian sampai titik tengah (intermediate),
atau suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik (reciprocity). Jadi keadilan
adalah persamaan, dus ketidakadilan adalah ketidaksamaan. Ketidakadilan terjadi
jika satu orang memperoleh lebih dari yang lainnya dalam hubungan yang dibuat
secara sederajat.
Untuk menyamakan hal tersebut hakim atau mediator melakukan tugasnya
menyamakan dengan mengambil sebagian dari yang lebih dan memberikan kepada yang
kurang sehingga mencapai titik tengah. Tindakan hakim ini dilakukan sebagai
sebuah hukuman.
Hal ini berbeda apabila hubungan terjalin bukan atas dasar kesukarelaan
masing-masing pihak. Dalam hubungan yang tidak didasari ketidaksukarelaan
berlaku keadilan korektif yang memutuskan titik tengah sebagai sebuah proporsi
dari yang memperoleh keuntungan dan yang kehilangan. Tindakan koreksi tidak
dilakukan dengan semata-mata mengambil keuntungan yang diperoleh satu pihak
diberikan kepada pihak lain dalam arti pembalasan. Seseorang yang melukai tidak
diselesaikan dengan mengijinkan orang yang dilukai untuk melukai balik Timbal
balik dalam konteks ini dilakukan dengan pertukaran atas nilai tertentu
sehingga mencapai taraf proporsi. Untuk kepentingan pertukaran inilah digunakan
uang. Keadilan dalam hal ini adalah titik tengah antara tindakan tidak adil dan
diperlakukan tidak adil.
Keadilan dan ketidakadilan selalui dilakukan atas kesukarelaan.
Kesukarelaan tersebut meliputi sikap dan perbuatan. Pada saat orang melakukan
tindakan secara tidak sukarela, maka tindakan tersebut tidak dapat
dikategorikan sebagai tidak adil ataupun adil, kecuali dalam beberapa cara
khusus. Melakukan tindakan yang dapat dikategorikan adil harus ada ruang untuk
memilih sebagai tempat pertimbangan. Sehingga dalam hubungan antara manusia ada
beberapa aspek untuk menilai tindakan tersebut yaitu, niat, tindakan, alat, dan
hasil akhirnya. Ketika (1) kecideraan berlawanan deengan harapan rasional,
adalah sebuah kesalahansasaran (misadventure), (2) ketika hal itu tidak
bertentangan dengan harapan rasional, tetapi tidak menyebabkan tindak
kejahatan, itu adalah sebuah kesalahan. (3) Ketika tindakan dengan pengetahuan
tetapi tanpa pertimbangan, adalah tindakan ketidakadilan, dan (4) seseorang
yang bertindak atas dasar pilihan, dia adalah orang yang tidak adil dan orang
yang jahat.
Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama dengan melakukan
sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak mungkin diperlakukan secara tidak
adil apabila orang lain tidak melakukan sesuatu secara tidak adil. Mungkin
seseorang rela menderita karena ketidakadilan, tetapi tidak ada seorangpun yang
berharap diperlakukan secara tidak adil.
Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas, sebagian merupakan
keadilan yang telah ditentukan oleh alam, sebagian merupakan hasil ketetapan
manusia (keadilan hukum). Keadilan alam berlaku universal, sedangkan keadilan
yang ditetapkan manusia tisak sama di setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan
oleh manusia inilah yang disebut dengan nilai.
Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas antara
keadilan universal dan keadilan hukum yang memungkinkan pembenaran keadilan hukum.
Bisa jadi semua hukum adalah universal, tetapi dalam waktu tertentu tidak
mungkin untuk membuat suatu pernyataan universal yang harus benar. Adalah
sangat penting untuk berbicara secara universal, tetapi tidak mungkin melakukan
sesuatu selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus tertentu tidak terhindarkan
dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang universal, namun kemudian
suatu kasus muncul dan tidak tercantum dalam hukum tersebut. Karena itulah
persamaan dan keadilan alam memperbaiki kesalahan tersebut.
Keadilan sosial
Keadilan hukum berbicara tentang penghukuman pelaku kejahatan. Keadilan
sosial berbicara tentang kesejahteraan seluruh rakyat dalam negara merdeka. Keadilan yang bisa diperoleh melalui pengadilan formal di mana saja disebut
“keadilan hukum.” Keadilan hukum itu cukup sederhana, yaitu apa yang sesuai
dengan hukum dianggap adil sedang yang melanggar hukum dianggap tidak adil.
Jika terjadi pelanggaran hukum, maka harus dilakukan pengadilan untuk
memulihkan keadilan. Dalam hal terjadinya pelanggaran pidana atau yang dalam
bahasa sehari-hari disebut “kejahatan” maka harus dilakukan pengadilan yang
akan melakukan pemulihan keadilan dengan menjatuhkan hukuman kepada orang yang
melakukan pelanggaran pidana atau kejahatan tersebut.
Dengan demikian, keadilan hukum itu sangat sempit dan memiliki
kelemahan. Misalnya, untuk kejahatan-kejahatan berat jika yang ditegakkan
keadilan hukum saja, yang terjadi hanyalah para pelaku di hadapkan ke
pengadilan dan dijatuhi hukuman sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Misalnya
orang-orang yang paling bertanggungjawab akan dihukum seumur hidup, pelaksana
di lapangan sepuluh tahun, dan sebagainya. Tetapi keadaan para korban akan
tetap saja. Orang-orang yang diperkosa tetap dalam penderitaan batin.
Mungkin karena menyadari kelemahan tersebut, ada upaya pemikiran dalam
keadaan tertentu mempertimbangkan kan “keadilan sosial” sebagai pengganti
keadilan hukum. Padangan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa pengadilan
internasional itu memakan biaya yang sangat besar. Pengertian
keadilan sosial memang jauh lebih luas daripada keadilan hukum. Keadilan sosial
bukan sekadar berbicara tentang keadilan dalam arti tegaknya peraturan
perundang-undangan atau hukum, tetapi berbicara lebih luas tentang hak
warganegara dalam sebuah negara. Keadilan sosial adalah keadaan dalam mana
kekayaan dan sumberdaya suatu negara didistribusikan secara adil kepada seluruh
rakyat. Dalam konsep ini terkadung pengertian bahwa pemerintah dibentuk oleh
rakyat untuk melayani kebutuhan seluruh rakyat, dan pemerintah yang tidak
memenuhi kesejahteraan warganegaranya adalah pemerintah yang gagal dan karena
itu tidak adil.
Dari perspektif keadilan sosial, keadilan hukum belum tentu adil.
Misalnya menurut hukum setiap orang adalah sama, tetapi jika tidak ada keadilan
sosial maka ketentuan ini bisa menimbulkan ketidakadilan. Misalnya, karena asas
persamaan setiap warganegara setiap orang mendapatkan pelayanan listrik dengan
harga yang sama. Tetapi karena adanya sistem kelas dalam masyarakat, orang kaya
yang lebih bisa menikmatinya karena ia punya uang yang cukup untuk membayar,
sedangkan orang miskin tidak atau sedikit sekali menikmatinya.
Menurut keadilan sosial, setiap orang berhak atas “kebutuhan manusia
yang mendasar” tanpa memandang perbedaan “buatan manusia” seperti ekonomi,
kelas, ras, etnis, agama, umur, dan sebagainya. Untuk mencapai itu antara lain
harus dilakukan penghapusan kemiskinan secara mendasar, pemberantasan
butahuruf, pembuatan kebijakan lingkungan yang baik, dan kesamaan kesempatan
bagi perkembangan pribadi dan sosial. Inilah tugas yang harus dilaksanakan
pemerintah.
Apakah Indonesia memerlukan keadilan hukum atau keadilan sosial.
Keadilan hukum, yaitu pengadilan dan penghukuman bagi para pelaku kejahatan di
masa pendudukan militer Indonesia diperlukan agar tragedi kekerasan seperti itu
tidak terulang lagi. Agar tidak ada orang atau kelompok yang melakukan
kekerasan untuk mencapai tujuan politiknya.
Sementara, Franz Magnis Suseno
mengemukakan bahwa orang yang sama sekali tidak dapat memahami apa yang
dimaksud keadilan, percuma kita dekati agar ia bertindak dengan lebih adil.[i] Perlakuan dan
perbuatan yang adil harus diterapkan dan dibiasakan dalam berbagai bidang
kehidupan, yaitu diantaranya:
a. Berlaku dan
berbuat adil dalam bidang ekonomi
1) Memberikan upah yang sama kepada setiap orang yang sama, dan
memberikan upah yang berbeda kepada setiap orang yang berbeda.
2) Pembagian-pembagian yang wajar yang bertalian dengan kesejahteraan
3) Memberikan hak dan kebebasan kepada orang lain untuk memiliki
sesuatu, dan untuk menjual serta membeli sesuatu.
b. Berlaku dan berbuat adil dalam bidang politik
1) memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengemukakan pendapat
baik secara lisan maupun tulisan, sesuai dengan aturan yang berlaku.
2) memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang yang sama untuk
menduduki suaru jabatan tertentu.
3) pengakuan kedudukan seseorang sebagai warga yang sederajat.
4) memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga yang sama untuk
ikut serta dalam pemilihan umum, dan sebagainya.
c. Berlaku dan berbuat adil dalam bidang hukum
1) memberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan harus sama
untuk setiap orang dalam situasi yang sama.
2) tidak memandang seseorang yang bersalah sebelum dibuktikan di
pengadilan (tidak main hakim sendiri).
3) memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mendapatkan
perlindungan hukum.
c. Berlaku dan
berbuat adil dalam bidang sosial budaya
1) menghormati dan menghargai sesame manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya.
2) mau mengkritik orang lain dan menerima kritikan dari orang lain.
3) tidak merugikan orang lain.
4) mengakui
persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban.
5) menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan.
6) memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk memperoleh pendidikan
dan pengajaran.
7) menghargai dalam arti tidak menganggap rendah budaya lain.
d. Berlakunya dan
berbuat adil dalam bidang agama
1) memberikan kesempatan kepada orang lain untuk beribadah.
2) tidak memaksakan agama yang kita anut kepada oaring lain.
Itulah salah satu contoh Perlakuan dan Perbuatan adil atau cara bersikap
dan berbuat adil dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
Keadilan merupakan salah satu prinsip dasar moral. Prinsip ini harus
dijadikan pedoman dalam kehidupan manusia terutama dalam konteks dengan manusia
lain.
Beliau
mengemukakan bahwa ada tiga prinsip dasar moral, yaitu:
a. prinsip sikap baik
b. prinsip keadilan
c. prinsip hormat terhadap diri sendiri
Berdasarkan hal-hal tersebut terdapat makna berlaku dan berbuat adil
terhadap sesama manusia, diantaranya sebagai berikut:
a. menghormati hak yang dimiliki orang lain
b. menjunjung tinggi kehidupan sosial
e. berlaku dan
berbuat manusiawi (dalam arti menghargai harkat dan martabat manusia)
c. menegakkan
kebenaran
d. tidak berat
sebelah/tidak memihak
f. akan melahirkan perdamaian dan ketertiban (menjauhkan diri dari pertentangan
dan perselisihan)
g. kita akan diperlakukan adil oleh orang lain
h. melaksanakan salah satu prinsip dasar moral
j. ibadah (menjalankan perintah Allah)
Spirit Perjuangan Penegakkan Keadilan
1. Berani Karena Benar
Untuk menentukan benar tidaknya suatu perbuatan harus ada tolok ukur
atau ukuran tentang kebenaran. Ketiadaan tolok ukur atau ukuran tentang
kebenaran akan mengakibatkan kesimpangsiuran yang pada akhirnya akan melahirkan
ketidakadilan dan ketidaktentraman. Bagi bangsa Indonesia yang dijadikan tolok ukur
kebenaran adalah pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena Pancasila
oleh bangsa Indonesia dijadikan sebagai sumber nilai atau sebagai Central Value
dari berbagai nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Indonesia.
Sikap dan perbuatan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila merupakan sikap dan perbuatan yang tidak benar dan tidak
dibenarkan oleh masyarakat bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu
bersikap dan berbuat benar merupakan salah satu bentuk pengalaman nilai-nilai
Pancasila dan juga agama.[ii] Sikap dan
perbuatan yang benar menurut Pancasila yaitu sikap dan perbuatan yang
berdasarkan 36 butir Pancasila beserta nilai-nilai yang tesirat di dalamnya.
Ke-36 butir Pancasila tersebut yaitu:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa :
a. Percaya dan takwa kepada tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
b. Hormat mrnghormati dan bekerjasama antar
pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga
terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercyaannya.
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab :
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan
persamaan kewajiban antar sesama manusia.
b. Saling mencintai sesama manusia
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa
d. tidak semena-mena terhadap orang lain
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
g. Berani membela kebenaran dan keadilan
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai
bagian dari seluruh umat manusia, karerna itu dikembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Sila Persatuan Indonesia :
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan
dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan bangsa dan negara.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
c. Cinta tanah air dan bangsa
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air
e. Memajukan pergaulan demi
persatuan dan kesatuan bangsa yang berBhineka Tunggal Ika
4. Sila Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan :
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
d. Musyawarah untuk
mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
e. Dengan itikad baik dan
rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah
f. Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
g. Keputusan yang diambil
dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan YME, menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia :
a. Mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan kegotongroyongan
b. Bersikap adil
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
d. Menghormati hak-hak orang lain
e. Suka memberi pertolongan terhadap orang lain
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain
g. Tidak bersikap boros
h. Tidak bergaya hidup mewah
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan
kepentingan umum
j. Suka bekerja keras
k. Menghargai hasil karya orang lain
l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial
Sebagai insan Pancasila (juga insan religius)
bersikap dan berbuat benar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan secara
kontinuitas. Disamping itu kita pun harus menegakkan kebenaran, menyatakan
benar untuk perbuatan yang benar dan menyatakan tidak benar untuk perbuatan
yang memang salah.
2. Negara dan Keadilan
Mewujudkan keadilan bukan hanya merupakan tugas perorangan, tetapi
merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara perorangan dan
negara/pemerintah.
Tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat
adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila.
Masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, kiranya dapat dibatasi
sebagai masyarakat dimana:
1. Kepastian hukum dijamin dan keadilan ditegakkan
2. Tersedia bagi setiap warganya hal-hal sebagai berikut:
a. cukup sandang, pangan, dan perumahan yang layak
b. fasilitas kesehatan termasuk tenaga medis
c. kesmpatan pendidikan pada segala tingkat
d. jamunan hari tua
e. sarana perhubungan secukupnya
f. sarana komunikasi seperlunya
g. kesempatan kerja
h. kesempatan untuk menikmati dan mengembangkan kebudayaan
Masyarakat adil yang dicita-citakan dan di usahakan oleh bangsa dengan
negara Indonesia adalah adil dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang
tentunya tidak terlepas dan dilandasi Pancasila, diantaranya:
1. Keadilan dalam bidang sosial ekonomi
2. Keadilan dalam bidang hukum
3. Keadilan dalam bidang politik
4. Keadilan dalam bidang agama
5. Keadilan dalam bidang pendidikan
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan Nasional tersebut digunakan beberapa
asas yang dapat dijadikan pegangan dalam menentukan kebijaksanaan. Salah satu
asas adil dan merata. Keadilan selain merupakan tujuan pembangunan
Nasional, juga merupakan asas pembangunan Nasional. Ini menunjukan betapa
pentingnya keadilan, sehingga negara memandang keadilan merupakan suatu yang
urgent dan selalu berusaha untuk mencapai keadilan dalam berbagai bidang.
Karena pentingnya perwujudan keadilan dalam berbagai bidang, pemerintah telah
mengeluarkan salah satu kebijaksanaannya yaitu tentang delapan jalur
pemerataan. Semuanya itu dapat dianggap sebagai program keadilan sosial Indonesia
yang cukup menyeluruh, dan semua jalur pemerataan itu penting dan harus
dilaksanakan dengan baik demi terwujudnya “kesejahteraan umum” atau “masyarakat
yang adil dan makmur”.
3. Pentingnya Memperjuangkan Keadilan dan Kebenaran
Untuk mewujudkan keadilan dapat dengan melakukan suatu tindakan yang
adil atau memberantas ketidakadilan dan dapat pula dengan tidak melakukan
sesuatu yang menjauhkan diri dari perbuatan yang dianggap tidak adil. Ada
beberapa cara dan reaksi yang timbul dari manusia bila diperlakukan tidak adil
dan tidak benar diantaranya :
- Menyesali dan
menangisi nasib dirinya
- Mengadukan nasib
dan perlakuan orang yang tidak adil/tidak benar kepada orang lain
- Menanyakan
kepada orang yang dianggap berbuat tidak adil untuk diselesaikan
- Membalas
ketidakadilan/tidak benar baik dengan fisik maupun non fisik
Cara atau reaksi yang muncul dari seseorang akibat perlakuan yang tidak
adil/tidak benar untuk menempuh penyelesaian ditegakkannya keadilan dan
kebenaran merupakan perbuatan memperjuangkan keadilan dan perbuatan. Negara sebagai
organisasi puncak mempunyai kewajiban untuk menegakan keadilan dan kebenaran,
lebih-lebih negara kita yang mendasarkan pada keadilan sosial. Di samping itu
negara/pemerintah mempunyai pengaruh paling beasr atas kehidupan masyarakat
sebagai keseluruhan.
Perjuangan negara untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran dapat kita
lihat dalam berbagai bidang kehidupan baik dalam kehidupan hokum, sosial,
budaya, ekonomi, agama dan politik. Negara/pemerintah selalu terlibat bila
dalam masyarakat terjadi tindakan ketidakadilan dan ketidakbenaran, lebih-lebih
ketidakadilan sosial karena akan berakibat kemiskinan yang menimpa satu kelas
atau golongan atau lapisan masyarakat yang kita kenal kemiskinan struktural. Selain negara,
masyarakatpun berkewajiban untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran baik
untuk kepentingan masyarakat itu sendiri yang diperlakukan tidak adil dan tidak
benar maupun kepentingan masyarakat lain. Negara wajib
untuk menciptakan kondisi masyarakat agar mampu berprestasi serta bertanggung
jawab terhadap kemajuan dari berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Keterbukaan dan jaminan keadilan merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan
satu sama lainnya. Keterbukaan( transparan) bertolak dari kejujuran dalam
melaksanakan hak dan kewajiban baik sebagai warga negara ataupun sebagai
pejabat Negara. Dengan keterbukaan dan jaminan keadilan, masyarakat akan lebih mudah
dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat yang membangun. Aspirasi dan pendapat
itu ditampung dan diseleksi, kemudian dijadikan suatu keputusan bersama yang
bermanfaat. Berbagai aspirasi yang telah menjadi keputusan bersama dapat
menjadikan bangsa ini mudah mencapai suatu keadilan. Jika masyarakat suatu
bangsa telah ikut berperan dan munyumbangkan aspirasi dan pendapatnya,
persatuan akan lebih mudah terwujud. Hal itu dikarenakan mereka merasa
mempunyai cita-cita, tujuan, dan peranan yang sama ketebukaan yang mensyaratkan
kesediaan semua pihak untuk menerima kenyataan merupakan pluralitas. Selain
itu, di dalamnya juga muncul perbedaan pendapat.
Pada dasarnya kebijakan publik dan peraturan pelaksanaan yang
mengikutinya memuat arahan umum serta ketentuan yang mengatur masyarakat.
Sehubungan dengan itu, semua kebijaksanaan publik dan dan peraturannya
membutuhkan dukungan masyarakat untuk bisa efektif. Penentangan oleh masyarakat
tehadap sejumlah kebijaksanaan dan peraturan yang ada secara empirik lebih
banyak dikarenakan oleh kurangnya keterlibatan publik dalam tahap
kebijaksanaan. Jika hal itu dibiarkan begitu saja maka makin besar keinginan
rakyat untuk selalu mengadakan pembaharuan, tetapi rakyat tidak tau arahnya
sehingga mereka akan mudah kehilangan kendali dan emosianal. Rakyat cenderung
ingin membentuk suatu wadah dengan kebijakan sendiri. Akibatnya, timbul konflik
yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Sebaliknya, jika keterbukaan dan
jaminan keadilan selalu dipupuk dan diperhatikan akan menghasilkan suatu kebijakan
publik dan peratruran umum yang mengatur masyarakat dengan baik.[iii]
Kemudian bahwa nilai-nilai persatuan yang dirintis oleh pemuda dan para
pahlawan pejuang bangsa yang terkandung dalam sumpah pemuda, kurang dikaji dan
dipahami dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh bangsa dan oleh setiap warga
Negara. Nilai-nilai persatuan yang telah dirintis oleh pemuda dan pejuang
bangsa semakin memudar. Sebagai akibatnya yang lebih jauh, timbul berbagai
benih pemecahan dan sikap serta tindakan yang mengarah keinginan beberapa
daerah Negara kesatuan Indonesia untuk melepaskan diri dari NKRI. Keberhasilan hati
dan kejernihan pikiran dalam melaksanakan hak dan kewajiban dalam kehidupan
sehari hari, terutama pemimpin bangsa ini, bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang dicita-citakan, yaitu masyarakat madani.
Misalnya, korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat merusak kesejahteraan
kehidupan bangsa yang menjadi tujuan didirikannya Negara kesatuan Republik
Indonesia yang terkandung dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Menghapuskan keadilan sosial akan melahirkan ketimpangan. Kurang
transparannya pelaksanaan hak dan kewajiban para pemimpin masyarakat, bangsa,
dan Negara adalah penyebab utama hancurnya Negara.
4. Sikap Yang
Dilakukan Untuk Mencapai Keterbukaan dan Jaminan Keadilan
Masyarakat adalah salah satu komponen yang dapat menunjang terciptanya
kondisi atau iklim yang kondusif dalam rangka penegakan hukum. Tampaknya hal
itu memang harus digiring dan tentunya diperhatikan contoh oleh pemimpin.
Pemimpin memang harus memberi contoh dari suri tauladan yang baik, karena
Negara kita ini tidak memerlukan pemimpin yang hanya bisa berteriak dan
memerintah tanpa pernah sekalipun mau diperintah. Hubungan pemerintah dan
rakyat harus benar-benar sasling terkait dan menyatu hendaknya jangan sampai
terjadi penegakan hukum.
Di satu sisi, masyarakat menginginkan terlaksananya penegakan hukum (supremacy of law) bukan sebaliknya.
Sering tejadi antara keduanya terjadi tarik menarik yang samgat kuat sekali.
Artinya,dimensi hukum di politik saling pengaruh mempengaruhi dan tidak dapat
dihindari. Untuk membenahi situasi yang cenderung tidak sehat itu.maka
diperlukan sosok para pemimpin yang bertanggungjawab.Memang sangatlah sulit
mencari sosok yang demikian itu. Jika kita serius melakukan penyeleksian maka
hasil yang baik itu akan diperoleh. Salah atu cara yang efektif adalah
membenahi dan memperbaiki sistem yang sudah ada, tetapi yang dalam proses
rekrutmen calon pemimpinnya.Diantara sistem juri yang sudah banyak diterapkan
adalah uji kelayakan (fit and proper test)
memperhatikan pendidikan formal.
Untuk memperbaiki sistem hukum dan peradilan, masih diperlukan waktu dan
perjuangan extra, karena kondisi saat ini masih memprihatinkan, dimana
pengadilan sebagai tempat untuk menemukan keadilan belum mencapai tujuannya,
yaitu memberi rasa keadilan kepada rakyat. Untuk memangku amanah teguhnya
supremasi hukum yang didambakan diperlukan pemimpin yang mampu serta mengerti
seluk beluk dunia hukum dan pengadilan. Untuk itu ,wakil rakyat mengingatkan
semua kandidat ketua mahkamah agung harus lulus fit and proper test agar
dikemudian hari tidak muncul istilah” membeli kucing dalam karung.” Selain itu,
kandidat haruslah seseorang yang intelektual, bisa bermasyarakat dan berakhlak
yang baik.
Selain keterbukaan dalam hidup berbangsa dan bernegara, tidak kalah
pentingnya adalah menciptakan keadilan. Persatuan bangsa dan keutuhan negara
hanya akan terwujud jika tedapat keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Keadilan merupakan unsur yang sangat esential dalam kehidupan manusia. Semua
orang berharap mendapatkan jaminan dan rasa keadilan.
Dalam kehidupan sekarang, musuh terbesar bangsa adalah ketidakadilan.
Ketidakadilan dapat menciptakan kecemburuan, kesenjangan, pertentangan dan
disintegerasi bangsa. Jika kita amati lebih jauh keadaan negara kita ini,
pertentangan antar suku bangsa dalam perpecahan wilayah bersumber dari
ketidakadilan. Karena diperlakukan tidak adil, antara anak bangsa dapat
bertikai dan antar golongan saling berseteru. Dengan demikian, keadilan adalah
prasyarat bagi terwujudnya persatuan bangsa dan keutuhan negara.
5. Upaya Peningkatan Jaminan Keadilan
Keterbukaan atau sikap terbuka merupakan pertanda adanya hidayah dari
Tuhan bahwa manusia itu harus senantiasa bersedia mendengarkan dan menerima
pendapat ornaglain dan kemudian memeriksa, menganalisis pendapat orang lain
itu, mana yang baik sudah selayaknya dapat kita ambil dan diikuti, dan tidak
baik atau tidak sesuai dengan norma kehidupan dalam masyarakat kita tinggalkan.
Tentunya kita berpedoman pada ajaran dasar/pokok manusia sebagai makhluk Tuhan.
Orang yang beriman harus mempunyai wawasan yang mendalam sesuai dengan hati
nurani manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan.Pemimpin masyarakat harus mau dan
mampu untuk menerima dan melaksanakan pendapat orang lain yang baik dan
bermanfaat. Kita menyadari bahwa manusia banyak kelemahan dan kekurangan.,
apalagi sebagai pemimpin yang baik yang diharapkan oleh orang banyak dalam
masyarakat.
Sikap dan sifat ketertutupan adalah pertanda kelemahan dan kesesatan
yang menganggap diri sempurna serta tidak dapat menerima pendapat orang lain ,
betapapun benar dan berbahaya pendapat itu, hal itu merupakan satu cara untuk
mrnutupi kelemahan yang terdapat dalam diri kita sendiri. Jika sifat dan
sikap keterbukaan ini kita terapkan dalam kehidupan bermasyarakat ,berbangsa
dan bernegara, maka kita tidak perlu khawatir untuk menyampaikan kebenaran
karena adanya jaminan hukum bahwa yang benar itu adalah benar walaupun pahit
untuk diterima pemimpin atau pemuka masyarakat harus mau dan mampu untuk memberikan contoh walaupun yang berbuat tidak baik dan tidak
benar itu adalah diri sendiri.
Hal ini mencerminkan adanya jaminan hukum dan jaminan keadilan dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Apabila hal ini dapat kita
tumbuhkembangkan, terhadap tumbuhnya masyarakat yang madani. Jadi, jelas bagi
kita, apabila kita mampu menyadari bahwa makhluk ciptaan Tuhan maka
masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kita bersedia untuk memberi
dan menerima pikiran dan perasaan serta pendapat orang lain.Hal ini hendaknya
tampil dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan
bernegara.
Tentunya tidak lepas dari adanya jaminan hukum dan keadilan. Terutama
dari aparat penegak hukum itu sendiri., bukan jaminan hukum dan keadilan
orang/golongan kelompok tertentu saja. Kita semua sebagai makhluk ciptaannya
dapat dan mampu berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaminan hukum dan
keadilan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai anggota masyarakat maupun
sebagai warga Negara kesatuan Republik Indonesia.
Daftar Pustaka
Aristoteles. “Nicomachean Ethics”.
Transalated by: W. D. Ross. http://bocc.ubi.pt/
pag/Aristoteles-nicomachaen.html.
Beilharz, Peter. Ed. Teori-Teori
Sosial. (Social Theory: A Guide to Central Thinkers). Diterjemahkan oleh:
Sigit Jatmiko. Cetakan I. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2002.
Chand, Hari. Modern Jurisprudence. Kuala Lumpur. International
Law Book Services. 1994.
Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. Pokok-Pokok
Filsafat Hukum. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 1995.
Friedmann, W. Teori Dan Filsafat Hukum.
(Legal Theory). Diterjemahkan oleh: Mohamad Arifin. Susunan I. Cetakan II.
Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. 1993.
Gergen, Mark P. “What Renders
Enrichment Unjust,e June 2001. SOURCE. Texas Law Review;Jun2001,
Vol. 79 Issue 7, p1927.
Hart, H.L.A. .The Concept Of Law.
Tenth Impression. London. Oxford University Press. 1961.
Kelsen, Hans. Introduction To The
Problems Of Legal Theory. (Reine Rechtslehre). First Edition. Translated
by: Bonnie Litschewski Paulson and Stanley L. Paulson. Oxford. Clarendon Press
Oxford. 1996.
Munandar Soelaeman, TEORI DAN KONSEP ILMU SOSIAL, edisi
revisi, PT Eresco Bandung, 1989.
Neurath, R. Rawls’s “A Theory of
Justice”. (London: Oxford University Press, 1973).
Noer, Deliar. Pemikiran Politik
Di Negeri Barat. Edisi Revisi. Cetakan II. Jakarta. Pustaka Mizan. 1997.
Pengantar Filsafat Politik Kontemporer; Kajian
Khusus Atas. Teori-Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004.
Popper, Karl R. Masyarakat
Terbuka dan Musuh-Musuhnya. (Open Society and Its Enemies). Diterjemahkan
oleh:Uzair Fauzan. Cetakan I. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2002.
Plato. The Republic. “Translated by:
Benjamin Jowett”. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama. Brown, Gillian, dkk. ... Plato. 360 BC. Cratylus (translated
by Benjamin Jowett). Putnam, Hillary. 1981
Prasetyo, Teori. Keadilan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006.
Santoso, LH, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Surabaya:
Pustaka Agung Harapan,2007
Vaggalis, Ted and Drury College.
“John Rawls’s Political Liberalism”. Academic Dialogue on Applied Ethics.
1994. Drury College. 4 May 2007.
Keterangan : Arsip Tulisan Lawas
[i] Frans, Magnis Suseno. 1985. “ Etika Dasar “
. Yogyakarta: Kanisius. Gunawan, Jiwanto. 1985.
[ii] Al Andang et.al. “Keadilan Sosial: Upaya Mencari Makna Kesejahteraan
Bersama di Indonesia”, Penerbit Buku Kompas, 2004
[iii]Mohamad Arifin, Teori Dan Filsafat Hukum.
Cetakan II. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. 1993.