Kamis, 26 November 2015

Tulisan Pilkada dalam Beberapa Serial

Membaca Peta Pertarungan Status Quo Vs Oposisi

Oleh : Rahman Yasin
Tenaga Ahli di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu


Tidak bisa dihindari apabila pertarungan merebut kekuasaan pada putaran kedua Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (pemilu kada) Provinsi DKI Jakarta yakni antara kubu status qou dan oposisi. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli diusung partai Demokrat yang kebetulan menjadi partai penguasa dan pemenang pemilu 2009 plus PAN yang merupakan 9 besar yang lolos parliamentary threshold. Sementara partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengalami devisit dukungan suara pemilu 2009 cenderung menempatkan diri sebagai oposisi. Dan pemilu kada provinsi DKI Jakarta 2012 secara resmi bersama partai Gerindra mengusung pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Dalam konteks penyelenggaraan pemilu kada provinsi DKI putaran kedua yang puncaknya dijadwalkan 20/9/2012, pengawasan harus jadi perhatian khusus Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Panwaslu Kada provinsi DKI beserta jajaran hingga ke tingkat paling bawah. Pemilu kada DKI putaran pertama tanggal 11/7 boleh dikatakan berjalan kondusif. Meskipun pelanggaran selalu terjadi dan cukup mengganggu pesimisme warga DKI menghadapi putaran kedua.
Tetapi yang menarik untuk dicermati dari penyelenggaraan pemilu kada putaran kedua tanggal 20 September mendatang ialah pemilu kada provinsi DKI dijadikan barometer pemilu 2014 sebagaimana disepakati Mendagri, KPU, dan Bawaslu tanggal 22/5 dalam RDP. Apabila pemilu kada provinsi DKI Jakarta dijadikan barometer maka performa proses dan integritas putaran kedua harus menjamin hak-hak politik warga Jakarta dalam DPT. Pemerintah Daerah dan KPU lengah sehingga menghilangkan hak politik konstitusional warga Jakarta pada putaran pertama.
Dalam konteks tersebut, KPUD provinsi hendaknya konsisten menjalankan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait  keakuratan DPT. Tidak ada alasan KPUD provinsi untuk melakukan pemutakhiran data pemilih kembali. Pernyataan ketua KPUD DKI terkait tidak ada perbaikan DPT tanggal 20/7 jelas tidak memiliki alasan hukum yang kuat karena apapun bentuk peraturan dan perundang-undangan yang ada bahkan lebih ekstrem UUD 1945 sekalipun jika bertentangan dengan kondisi sosial politik yang dihadapi masyarakat, apalagi menyangkut hak-hak asasi manusia maka bisa dipertimbangkan kembali apakah diterapkan atau tidak.

Cegah Pelanggaran
Tugas utama KPUD provinsi adalah memutakhirkan dengan mengotentikan data-data pemilih agar bisa menggunakan hak politik di putaran kedua. Partai politik terutama partai pengusung kedua pasangan hendaknya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Tujuan memenangkan pasangan calon merupakan hal utama bagi partai politik bersangkutan termasuk tim sukses baik resmi maupun tim sukses bayangan alias tim sukses yang tidak terdata secara resmi di KPUD. Akan lebih elegan bila tujuan memenangkan calon yang dielus disertai dengan proses pendidikan politik yang baik. Pengalaman menunjukkan partai politik cenderung menjadikan segala cara sebagai upaya memenangkan calon yang dijagokan dan mengabaikan nilai-nilai demokrasi. Penistaan nilai-nilai demokrasi dilakukan partai politik kerap menimbulkan kegaduhan politik sehingga potensi timbulnya tindakan destruktif antar sesama pendukung seringkali terjadi dan fakta membuktikan masyarakat selalu jadi kuda tunggan partai politik.
Potensi kecurangan penyelenggaraan pemilu kada provinsi DKI Jakarta putaran kedua cukup besar. Hal ini bisa dilihat bagaimana keamburadulan pengelolaan DPT oleh Pemda dan KPUD provinsi yang sempat membuat eskalasi politik jadi kurang baik menjelang pencoblosan putaran pertama. KPUD dan Pemda sudah saatnya merapikan semua administrasi kependudukan. DPT harus ditinjau kembali guna menghindari kecurangan penyelenggaraan pemilu kada secara terstruktur, sistematis, dan massif, baik itu dilakukan tim sukses kedua pasangan calon melalui tim sukses, masyarakat yang berperan sebagai penyokong, simpatisan maupun pelanggaran oleh penyelenggara pemilu.
KPUD provinsi diharapkan dalam proses pemutakhiran data pemilih untuk putaran kedua benar-benar cermat memverifikasi, memfalidasi data penduduk yang sebelumnya jadi korban ketidakcermatan. Pemutakhiran DPT memperhatikan aspek administrasi faktual di tingkat PPS menyangkut KTP ganda yang pada putaran pertama kasusnya cukup menghebohkan publik, dan KTP siluman yang salah sasaran karena disabotase oknum tertentu sebagaimana pada tahapan verifikasi faktual putaran pertama. Setidaknya ada 130 laporan masyarakat ke Panwaslu Kada DKI terkait pelanggaran DPT, dan 80 persen dari 130 laporan ini menjadi sumber keresahan masyarakat terhadap kinerja penyelenggara pemilu khususnya ketidakotentikan DPT.
Sementara putaran kedua merupakan pertarungan politik kekuasaan antara pasangan status quo dan oposisi. Pertarungan bakal sengit dan potensi pemaksaan kehendak politik bahkan tindakan apapun bisa ditempuh demi meraih kekuasaan terbuka lebar. Politisasi birokrasi dan mobilisasi PNS sangat rentan terjadi pada putaran kedua. Many politic dan penyalahgunaan wewenang sangat mungkin dilakukan, bahkan mesin politik tidak efektif sebanding mesin birokrasi. Konstelasi politik  mengalami eskalasi yang menjurus saling serang karena sama-sama menggunakan politik oportunistik. Isu SARA dipakai untuk kepentingan black campaign. Dalam kerangka ini, maka tidak ada kontribusi pendidikan politik untuk masyarakat. 

Solusi Pengawasan
Pemilu kada putaran kedua punya potensi pelanggaran yang kuat. Praktik penyimpangan, penyelewengan, dan penyalahgunaan fasilitas negara bisa dilakukan dengan alasan-lasan politis. Calon incumbent punya akses membuat kebijakan yang mengarah pada korupsi termasuk korupsi kebijakan. Karena kekuasaan cenderung korup sebagaimana adagiumnya Lord Action, "Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely".  
Dalam konteks ini, calon incumbent yang juga diusung partai penguasa tentu menjadi sasaran empuk oposisi. Betapapun demikian, pasangan petahana serealistis mungkin menampilkan performa yang konstruktif sehingga kontribusi pelajaran politik kepemimpinan DKI Jakarta diharapkan demokratis. Sebagai partai penguasa yang selalu kena kritikan karena maraknya tema korupsi yang diduga melibatkan beberapa elit politik partai seyogyanya menjadikan ini sebagai momen membuktikan fakta berkompetisi yang fair. PD harus menempatkan diri secara proporsional sehingga tidak menambah kecurigaan publik terhadap gerak-gerik partai ini termasuk potensi penggunaan fasilitas negara dalam pertarungan. Dalam kaitannya mencegah pelanggaran pemilu kada provinsi DKI, pemerintah, KPU,  Bawaslu, Panwaslu Kada, Polri, Kejaksaan, dan semua pemantau pemilu hendaknya aktif memainkan peran sesuai kapasitas kelembagaan yang ada untuk mengawasi semua proses pemilu kada DKI. Pengawasan merupakan suatu keharusan yang dilakukan karena bagaimanapun dengan pengawasan maksimal maka pelanggaran administrasi maupun tindak pidana pemilu apakah dilakukan tim sukses pasangan calon maupun penyelenggara pemilu dapat dicegah.
Pendekatan pengawasan bersifat preventif harus jadi rujukan semua pihak terutama Bawaslu, dan Panwaslu Kada. Karena dengan pengawasan preventif maka potensi pelanggaran dalam bentuk apapun bisa dideteksi sedini mungkin. Selain pengawasan preventif, pengawasan  preempetif juga menjadi catatan penting karena pendekatan preempetif bisa mengurangi pelanggaran. Dan yang tak kalah penting, pengawasan represif. Pengawasan represif diterapkan manakalah kontestan pemilu kada tidak lagi mengedepankan persaiangan yang fair, atau penyelenggara pemilu turut bermain.
Pemilu kada DKI Jakarta harus menjamin proses kompetisi politik keadaban yang sehat karena semua stakeholders telah menjadikannya sebagai barometer pemilu 2014. Masyarakat tidak menginginkan proses penataan demokrasi menuju pemilu 2014 terkontaminasi dengan praktik politik kekuasaan yang tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi.   Demokrasi yang betul-betul mengedepankan asas penyelenggaraan pemilu, langsung, umum, bebas, dan rahasia (Luber) serta jujur dan adil (Jurdil). Dengan demikian, siapa pun terpilih pada putaran kedua akan mendapatkan legitimasi politik yang kuat dari masyarakat.


Catatan: Arsip Tulisan, Pertengahan September 2012   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar