Mengelola Tahapan
Verifikasi
Faktual Pemilu yang Tertib
Oleh :
Rahman Yasin
(Tenaga Ahli di Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu)
Perhelatan pelaksanaan demokrasi tahun 2014
tengah melewati tahapan verifikasi partai politik di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lebih dari
30an partai politik daftar di KPU untuk diverifikasi administrasi. Tahapan yang
tidak saja menuntut penertiban sistem manajemen partai politik
tetapi sekaligus memerintahkan parpol merapikan administrasi kepartaian.
Kebijakan KPU memperpanjang masa pendaftaran partai peserta pemilu sudah
merupakan sikap toleransi yang rasional sehingga parpol yang tidak mengindahkan
kerapian administrasi hendaknya siap menerima resiko tidak lolos.
Proses pemeriksaan dokumen, kepengurusan dan
keanggotaan parpol memerlukan ketelitian, keberanian sikap secara kelembagaan
KPU guna mewujudkan kepastian hukum. Partai yang tidak memenuhi syarat
administrasi didiskualifikasi sehingga parpol bersangkutan harus siap hadapi kenyataan.
Kepastian hukum membutuhkan sikap berani dan tegas dari pihak penyelenggara
pemilu. Dan KPU telah menutup pendaftaran pada (7/9) pukul 16.00 Wib dan hari ini
Senin (10/9) KPU mengumumkan hasil pendaftaran.
Masyarakt menaruh harapan pada penyelenggara
pemilu. Momen penyelenggaraan pemilu 2014 sejatinya tidak sekadar ornamen yang
melengkapi sirkulasi kepemimpinan elit lima tahunan tetapi lebih substansial
ialah transformasi nilai-nilai demokrasi dan bagaimana menghasilkan anggota DPR
DPD, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota yang berintegritas. Pemilu yang tidak semata
menjadikan momentumnya sebagai ajang perebutan kekuasaan namun perhelatan yang
mampu mewujudkan penyelenggaraan pemilu dengan adil dan demokratis. Dalam
konteks yang lebih normatif pemilu bisa dilaksanakan dengan prinsip langsung,
umum, bebas, dan rahasia (Luber) serta jujur, dan adil (Jurdil).
Tidak ada pilihan lain selain kemauan kuat
dan i’tikad baik dari semua stakeholders yang
terlibat dalam penyelenggaraan pemilu 2014 untuk menjadikannya sebagai momentum
perbaikan kualitas proses maupun hasil pemilu. Komitmen dan konsistensi semua
pemangku kepentingan sangat diperlukan guna membangun system governance dan membenahi electoral
management yang lebih baik lagi.
Belajar
dari Pemilu 2009
Pemilu 2009 seakan-akan menghilangkan jejak
pemilu yang demokratis sebelum-sebelumnya karena potret berbagai praktek
penyimpangan dan ketidakmampuan instrumen penyelenggara (KPU) dalam mengelola
pemilu secara tertib. Pelanggaran pemilu dilakukan dengan berbagai modus
operandi baik dilakukan kontestan maupun KPU yang sesungguhnya dipercayakan
menjadi “panitia pelaksana”. Peran “panitia pelaksana” dalam mengawal
pertandingan pemilu tidak fair sehingga
yang ada hasil pemilu yang memilukan tidak saja kontestan pemilu tetapi berbagai
elemen pemantau. Restorasi penyelenggaraan pemilu sebagai alternatif utama.
Perubahan sistem pemilu harus disertai dengan perubahan perilaku penyelenggara
pemilu.
KPU dan Bawaslu harus bisa memastikan
penyelenggaraan pemilu 2014 akan lebih baik dari pemilu 2009. Pemilu 2009
tingkat partisipasi masyarakat mengalami penurunan dan pelanggaran administrasi
dan pidana pemilu meningkat. Modus pelanggaran yang makin canggih mengancam
kualitas demokrasi. Kualitas penyelenggaraan pemilu 2014 sangat ditentukan kualitas
sumber daya pengelolaan pemilu dari KPU periode sekarang.
Pemilu legislatif dan presiden 2009
menyisahkan berbagai “prasangka politik”. Dalam catatan buku Sisi Gelap Pemilu 2009; Potret Aksesori
Demokrasi Indonesia, diungkapkan total kasus administrasi pemilu secara
nasional selama pelaksanaan pemilu 2009 sebanyak 15.341 kasus dan yang bisa
diselesaikan hanya 49%. Di sisi lain, kasus pelanggaran pidana pemilu pun cukup
fantastis, sebanyak 6.019 kasus yang dalam konteks penanganannya sama sekali tidak
optimal. Total kasus pelanggaran pidana 6.019 yang ditindaklanjuti ke pihak
penyidik sebanyak 1.646 kasus, sementara yang bisa diteruskan ke Jaksa 405
kasus, dan ke Pengadilan sebayak 260 kasus. Sementara di tingkat Pengadilan
Negeri hanya 248 kasus, dan di Pengadilan Tinggi 62 kasus.
Problem klasif berupa ketidaktelitian
verifikasi parpol, DP4, DPT, pelaksanaan kampanye dan Golput hingga mekanisme
pemberian tanda pilih yang rumit menjadikan pemilu 2009 dirasakan sangat kacau,
tentu tesis ini tanpa menafikan kinerja KPU 2009 yang membuat ekspektasi publik
jadi turun. Oleh karenanya semua kita perlu membangun kesepahaman dan i’tikad
baik bersama memperbaiki kualitas dengan menghasilkan integritas pemilu 2014
yang lebih baik. Tahapan pendaftaran telah ditutup sebagaimana jadwal yang
ditentukan KPU di mulai tanggal 10 Agustus–7September dan tahapan verifikasi
administrasi dilakukan hingga tanggal 14 September dan selanjutnya verifikasi
faktual mulai tanggal 4-30 Oktober 2012 yang secara serentak melibatkan KPU
semua tingkatan.
Anggota KPU dan Bawaslu di seluruh jenjang
dituntut bertindak profesional. Profesionalitas dalam pengambilan keputusan
serta kemauan kuat dari semua pemangku kepentingan mentaati aturan main pemilu
2014. Parpol yang tidak memenuhi syarat administrasi sudah selayaknya ditolak.
Diperpanjangnya waktu pendaftaran merupakan sikap toleransi kepada kontestan
pemilu untuk melengkapi syarat keadministrasian sebagaimana diatur dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu.
Dalam konteks verifikasi dokumen parpol KPU
harus bertindak tegas. KPU tidak boleh bertindak gegabah apalagi membuka cela
pelanggaran karena dengan mentoleransi atau sekadar membuka cela pelanggaran
maka potensi penyimpangan pemilu dilakukan secara kreatif oleh partai peserta
pemilu.
Setiap petugas verifikator di tingkat
lapangan hendaknya diikat dengan kesadaran etik yang tinggi untuk membenahi
kualitas demokrasi. Karena di tahap ini peluang kecurangan sangat besar.
Potensi permufakatan jahat antara verifikator dan fungsionaris parpol sangat
mungkin terjadi. Dengan demikian, KPU dan Bawaslu hingga yang paling bawah
harus semaksimal mungkin memainkan peran kelembagaan dalam tugas berikut yakni
verifikasi faktual bahkan perlu melibatkan masyarakat terutama pemantau/pegiat/pemerhati
pemilu guna mencegah pelanggaran.
Tidak jaminan bagi partai peserta pemilu yang
lolos parliamentary threshold (PT)
2009 kemudian mulus memenuhi syarat administrasi. Oleh karenanya parpol yang
daftar pada saat injury timetidak
menjadi halangan bagi KPU jika ada ketidakpatuhan ketentuan pemilu. Masa waktu
pendaftaran dari tanggal 10 Agustus–7 September 2012 termasuk masa perbaikan
berkas hendaknya dimanfaatkan sebaik mungkin sehingga tidak ada kesan yang
lolos PT daftar lebih awal.
Toh, putusan Mahkamah Konstitusi terkait
pembatalan Pasal 8 ayat (1-2), yang mengatur tentang verifikasi partai peserta
pemilu serta Pasal 2008, dan Pasal 2009 ayat (1-2) tentang ambang batas (parliamentary threshold) 3,5% secara
substansial sudah memenuhi hak-hak masyarakat karena dengan digunakan ketentuan
tersebut secara otomatis diberlakukan 3,5% secara bertingkat, artinya
diberlakukan di tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota atau dengan kata lain
digunakan hanya untuk pemilihan anggota DPR pusat.
Kompleksitas penyelenggaraan Pemilu 2014 bisa
menjadi lebih praktis apabila pihak penyelenggara pemilu betul-betul melibatkan
partisipasi masyarakat terutama pegiat dan pemantau pemilu yang konsen pada
perbaikan kualitas penyelenggaraan pemilu. Tanpa pelibatan publik yang lebih
berarti dalam pengambilan keputusan maka kualitas proses maupun hasil pemilu
2014 akan menjadi nihil.
Basis
Verifikasi
Proses verifikasi faktual berkas dan dokumen
partai peserta pemilu hendaknya dilakukan secara terstruktur dan sistematis. Hal
ini penting guna menghindari praktek politik kong kalikong antara parpol dengan
penyelenggara pemilu. Verifikasi faktual juga seyogyanya memiliki basis
pemetaan yang jelas dan terukur sehingga dengan demikian KPU akan mendeteksi
sedetail mungkin tingkat kerapian managamen organisasi parpol.
Verifikasi faktual kelengkapan data dan
dokumen parpol hendaknya dilakukan dengan basis penekanan pada parpol maupun
pertingkat provinsi sesuai ketentuan peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2012 tentang
pendaftaran, verifikasi, dan penetapan parpol peserta pemilu anggota DPR/DPRD
provinsi/Kabupaten/Kota. Basis provinsi KPU memprioritaskan pada jumlah
kepengurusan parpol di tingkat provinsi berdasarkan jumlah provinsi yang
ditentukan.
Dengan pendekatan ini maka proses verifikasi
faktual KPU nanti akan bekerja efektif dan terukur karena prioritas penelitian
dan pencocokan bukti-bukti syarat yang menjadi kelengkapan administrasi bisa
terkonfirmasi secara akurat. KPU tidak perlu menguras energi dan sumber daya
yang tidak seharusnya tepat sasaran dan tepat guna. Mengingat batas waktu
verifikasi faktual hingga penetapan parpol peserta pemilu 2014 sangat
berhimpitan.
Melalui metode verifikasi faktual berbasis
provinsi KPU juga akan lebih fokus dan lebih mengkonsentrasikan program tahapan
berikut serta fungsi koordinasi institusional dalam konteks ini akan aktif.
Karena peran KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memainkan peran aktif mengawal
verifikasi faktual berbasis parpol. Pendelegasian wewenang antara KPU pusat dan
KPU di masing-masing jenjang dapat membantu kecepatan kerja dan menghindari
terjadinya tumpang tindih kebijakan. Hal ini tentu dilakukan dengan asas
profesionalitas penyelenggaraan pemilu.
Dengan kedua basis verifikasi faktual
tersebut yakni basis provinsi yang lebih menjadi konsentrasi KPU pusat serta
basis parpol yang menjadi fokus KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota maka KPU pusat
akan dengan mudah bisa memastikan parpol calon peserta pemilu mana yang serius
mengembalikan formulir dan mana yang semestinya ditetapkan sebagai peserta
pemilu.
Dengan motode verifikasi faktual seperti ini
akan meminimalisir tingkat keteledoran penyelenggara pemilu dalam memutuskan
dan menetapkan partai peserta pemilu sekaligus menghindari potensi gugatan
hukum dan mencegah conflict of interest parpol
yang tidak lolos menjadi peserta pemilu. Dengan basis verifikasi tersebut, KPU
akan lebih cermat menelaah dan mencocokan bukti-bukti tertulis dengan
fakta-fakta yang ada di lapangan.
Jakarta,
17 November 2012
Catatan: Arsip Tulisan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar