Rabu, 09 April 2014

BUDAYA POLITIK DALAM PRAKTIK KEKUASAAN : Implementasi Budaya Politik Pemerintahan Orde Lama



Oleh : Rahman Yasin


I.      Pendahuluan
Setiap negara memiliki sistem politik di negaranya masing-masing. Sistem politik yang dianut tersebut itulah yang mempengaruhi situasi pemerintahan di negaranya. Sistem politik selalu berubah dari waktu ke waktu disesuaikan dengan faktor ekonomi, masyarakat, gaya sosial serta faktor eksternal (global) yang mampu mempengaruhi negaranya. Di Indonesia sendiri, sistem politik negaranya telah mengalami tiga kali transisi. Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut dari setiap masa ke masa. Perkembangan demokrasi tersebut mempengaruhi pula stabilitas sistem politik Indonesia. Karena itu sangat penting untuk mengkaji berhasil atau tidaknya suatu rezim yang sedang atau telah berkuasa, diperlukan suatu kerangka kerja yang dapat digunakan untuk menjelaskan kehidupan ketatanegaraan. Dalam kajian ini adalah terkait dengan kehidupan politiknya.
Ada dua kerangka kerja yang sering digunakan oleh para pengamat politik untuk melihat bagaimana kinerja sistem politik suatu negara. Karena salah satu sifat penting sistem politik adalah kemampuannya untuk dibedakan dengan sistem politik lainnya, seperti organisme dan individu misalnya. Kedua kerangka kerja tersebut adalah pendekatan struktural-fungsional dan pendekatan budaya politik. Dengan pendekatan struktural-fungsional akan dapat diketahui bagaimana struktur-struktur maupun fungi-fungsi politik suatu sistem politik bekerja. Sedangkan dengan pendekatan budaya politik akan dapat diketahui bagaimana perilaku aktor-aktor politik dalam menjalankan sistem politik yang dianut oleh negara masing-masing, dalam hal ini adalah elite maupun massanya.
Sejarah sistem pemerintahan Indonesia dimulai dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dengan adanya proklamasi berarti lahirlah suatu negara baru yang bernama Indonesia dengan segala kepemerintahannya yang diatur Indonesia sendiri. Seiring berjalannya waktu, ternyata sistem pemerintahan Indonesia terus mengalami perubahan. Perubahan inilah yang kemudian yang akan kita kaji sebagai suatu sistem perbandingan. Dari waktu ke waktu, setiap perubahan itu membawa ciri tersendiri.
Sistem  politik yang ada pada periode orde lama membawa bangsa Indonesia berada dalam suatu rezim pemerintahan yang otoriter dengan berbagai produk-produk hukum yang konservatif dan pergeseran struktur pemerintahan yang lebih sentralistik melalui ketatnya pengawasan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Pada masa ini pula politik kepartaian sangat mendominasi konfigurasi politik yang terlihat melalui revolusi fisik serta sistem yang otoriter sebagai esensi feodalisme. Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno. Masa orde lama yaitu masa pemerintahan yang  dimulai dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 sampai masa terjadinya G30 S PKI. Dizaman orde lama partai yang ikut pemilu sebanyak lebih dari 25 partai peserta pemilu. Masa orde lama ideologi partai berbeda antara yang satu dengan lainnya, ada Nasionalis PNI-PARTINDO-IPKI-, Komunis PKI; Islam NU-MASYUMI- PSII-PI PERI, Sosialis PSI-MURBA, Kristen PARKINDO dll. Pelaksanaan Pemilu pada Orde Lama hampir sama seperti sekarang.Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama.
Di sisi lain,Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.
            Pada pemerintahan sistem politik orde lama, masyarakat masih belum memiliki kesadaran berpolitik. Hal tersebut disebabkan rendahnya tingkat pendidikan/pengetahuan seseorang sehingga pemahaman dan kesadaran mereka terhadap politik masih sangat kecil atau tidak ada sama sekali terhadap sistem politik. Kelompok ini akan ditemukan di berbagai lapisan masyarakat.
Sistem politik masa orde lama masih bersifat tradisional dan sederhana, dengan ciri khas spesialisasi masih sangat kecil. Maka dari itu, pada masa system ini terdapat begitu banyak partai yang muncul dengan ideologi baru dan berbeda yang mencoba menguasai gaya pemikiran masyarkat. Pada masa orde lama, negara Indonesia diterpa kekacauan pemerintahan, perekonomian serta pendidikan. kekacauan tersebut terus berlanjut hingga mulai mereda pada masa Soekarno diturunkan.
Di sisi lain, era orde lama berhasil melaksanakan pemilu tahun 1955 dengan sistem proporsional.Pemilu    1955        telah        menghasilkan DPR yang sangat representatif (28 partai politik terwakili). Tetapi hasil pemilu ini tidak menyebabkan munculnya pemerintahan yang kuat. Tujuh puluh tujuh persen dari jumlah suara dibagi oleh empat partai besar yakni: PNI (22,3 persen), Masjumi (20,9 persen), NU (18,4 persen) dan PKI (15,4 persen). Hasil pemilu itu tidak meyakinkan sebab partai terkuat hanya didukung oleh kurang dari seperempat pemilih. Hasil ini menunjukkan adanya fragmentasi yang sangat besar di DPR. Dengan  sistem proporsional Masjumi dan PNI sama kuatnya, kedua-duanya dapat 57 wakil.      Tetapi,sistem distrik akan mengakibatkan keunggulan PNI dengan 96 wakil. Perbedaan penting lain adalah konsentrasi wakil-wakil rakyat pada jumlah partai yang kian berkurang. Kekuatan Masjumi akan kira-kira sama, tetapi PKI akan muncul sedikit lebih kuat dari NU.
Seandainya sistem distrik telah berlaku pada Pemilu 1955, kemungkinan besar menghasilkan pemerintahan yang mampu memerintah secara efektif. Fragmentasi kekuatan politik    dalamDPR akan berkurang. Kursi di DPR akan dibagi di antara lebih sedikit jumlah partai politik. Dua belas partai yang memperoleh wakil/kursi akan diperkuat, sedangkan 16 partai yang gagal memperoleh wakil akan diperlemah. Sistem distrik akan memperkuat partai-partai menengah dan memperlemah partai-partai agak kecil. Oleh karena sistem distrik ini menyebabkan jumlah partai menjadi berkurang, bias jadi DPR seperti ini dinilai relatif kurang representatif. Namun, seandainya Pemilu 1955 diselenggarakan dengan sistem distrik maka akan menghasilkan kabinet lebih kuat. PNI akan muncul sebagai partai yang unggul, amanatnya dari rakyat akan lebih kuat, kepemimpinannya dalam pemerintah koalisi akan diakui dan pengaruh partai-partai kecil berkurang.


II. Konfigurasi Politik Orde Lama
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69 berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Salah satu dasar pertimbangan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya.Pada masa ini Soekarno memakai sistem demokrasi terpimpin.
Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusional, sebab menurut UUDS 1950 Presiden tidak berwenang memberlakukan atau tidak memberlakukan sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit. Sistem ini yang mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini berdasarkan pada sistem trial and error yang perwujudannya senantiasa dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang.
Maka masalah  dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berkembang pada waktu itu bukan masalah-masalah yang bersifat ideologis politik yang penuh dengan norma-norma ideal yang benar, tetapi masalah-masalah praktis politik yang mengandung realitas-realitas objektif serta mengandung pula kemungkinan-kemungkinan untuk dipecahkan secara baik, walaupun secara normatif ideal kurang atau tidak benar.
Berbagai upaya tersebut ternyata menimbulkan keadaan berlebihan  baik dalam bentuk “Ultra Demokrasi” (berdemokrasi secara berlebihan) seperti yang dialami antara tahun 1950-1959, maupun suatu kediktatoran terselubung (verkapte diktatuur) dengan menggunakan nama demokrasi yang dikualifikasi (gekwalificeerde democratie.
Sistem trial and error telah membuahkan sistem multi ideologi dan multi partai politik yang pada akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus berlangsung hingga pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam fundamental (1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran politik ke sistem catur mayoritas. Kenyataan ini berlangsung selama 10 tahun dan terpaksa harus kita bayar tingggi berupa:
                  Konflik ideologi yang tajam yaitu antara Pancasila dan ideologi Islam, sehingga terjadi kemacetan total di bidang Dewan Konstituante pada tahun 1959. Oleh karena konflik antara Pancasila dengan theokratis Islam itu telah mengancam kelangsungan hidup Negara Pancasila 17 Agustus 1945, maka terjadilah Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 dengan tujuan kembali ke UUD 1945 yang kemudian menjadi dialog Nasional yang seru antara yang pro dan yang kontra.
Yang pro memandang dari kacamata politik, sedangkan yang kontra dari kacamata Yuridis Konstitusional. Akhirnya memang masalah Dekrit Presiden tersebut dapat diselesaikan oleh pemerintah Orde Baru, sehingga Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kelak dijadikan salah satu sumber hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya pada perang revolusi yang berlangsung tahun 1960-1965, yang sebenarnya juga merupakan prolog dari pemberontakan Gestapu/PKI pada tahun 1965, telah memberikan pelajaran-pelajaran politik yang sangat berharga walau harus kita bayar dengan biaya tinggi.
Di zaman orde lama partai yang ikut pemilu sebanyak lebih dari 25 partai peserta pemilu. Masa orde lama ideologi partai berbeda antara yang satu dengan lainnya, ada Nasionalis PNI-PARTINDO-IPKI-dll, Komunis PKI; Islam NU-MASYUMI- PSII-PI PERI, Sosialis PSI-MURBA, Kristen PARKINDO. Politik dramatis mengubah kebijakan luar  negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

 III. Pelaksanaan Sistem Politik Orde Lama
1. Sistem Pemerintahan RI (Periode 17 Agustus 1945-27 Desember 1949).
Dengan adanya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah merdeka dan tidak terikat lagi oleh kekuatan asing atau penjajah manapun. Indonesia adalah suatu negara yang merdeka dengan segala alat perlengkapan ketatanegaraannya. Beberapa poin penting pada masa itu adalah :
  • Konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945 yang ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
  • Bentuk negara Indonesia adalah kesatuan.
  • Sistem pemerintahannya adalah presidensiil yang bergeser ke parlementer.
Sistem pemerintahan yang diamanatkan oleh UUD pada saat itu sebenarnya adalah sistem presidensiil. Kepala negara sekaligus menjabat sebagai kepala pemerintahan dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi ternyata, sistem presidensiil ini tidak bertahan lama. Menurut ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, sebelum MPR, DPR, dan Dewan Pertimbangan Agung terbentuk, presiden akan menjalankan kekuasaannya dengan bantuan sebuah Komite Nasional. Berarti kedudukan Komite Nasional hanyalah sebagai pembantu presiden.
Nyatanya pada tanggal 16 Oktober 1945, dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No X yang menyatakan bahwa KNIP sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi kekuasaan legeslatif dan ikut menetapkan GBHN. KNIP sendiri dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang bertanggung jawab kepada KNIP (bukan kepada presiden). Badan Pekerja ini diketuai oleh Sutan Syahrir. Berarti dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No X tersebut, KNIP yang semula berperan sebagai pembantu presiden berubah menjadi badan legeslatif yang merangkap fungsi sebagai DPR dan MPR sekaligus. Menteri-menteri kemudian tidak bertanggung jawab lagi kepada presiden, tetapi bertanggung jawab kepada KNIP. Tanggal 14 November 1945 terbentuklah kabinet parlementer dengan PM Sutan Syahrir. Berarti sistem presidensiil telah beralih menjadi sistem parlementer.
·       Sitem kepartaian masa itu adalah sistem multipartai. Sistem multipartai ini berawal dari dikeluarkannya Maklumat Badan Pekerja KNIP tanggal 3 November 1945 yang berisi anjuran agar pemerintah dan rakyat mendirikan partai-partai politik sebagai sarana pembantu perjuangan bangsa Indonesia.
Alat perlengkapan negaranya terdiri dari ,Presiden dan wakil presiden, Menteri-menteri,Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat (Karena MPR dan DPR pada masa itu belum terbentuk, maka fungsi MPR dan DPR dipegang oleh KNIP sekaligus).(Dasril Radjab,1884:90).

  1. Sistem Pemerintahan RI (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
Diawali dari adanya Konferensi Meja Bundar yang secara jelas menyebutkan keberadaan dari Republik Indonesia Serikat. Salah satu hasil dari KMB sendiri menyebutkan dibentuknya Uni Indonesia Belanda, yang terdiri dari dua negara yaitu RIS dan Belanda. Berarti negara Indonesia saat itu telah berubah menjadi negara serikat. Pengakuan kedaulatan oleh Belanda kepada RIS yang sekaligus menandai perubahan Indonesia menjadi negara serikat ini terjadi pada tanggal 27 Desember 1949.
  • Konstitusi yang berlaku pada masa itu adalah Konstitusi RIS 1949.
Bentuk negara RIS adalah federasi, terbagi dalam 7 buah negara bagian dan 9 buah satuan kenegaran yang kesemuanya bersatu dalam ikatan federasi RIS. Sistem pemerintahannya adalah parlementer. Sistem pemerintahan parlementer ditandai dengan terbentuknya Senat RIS yang beranggotakan wakil-wakil dari negara bagian. Sistem kabinetnya disebut dengan Kern Kabinet, yaitu PM, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, dan Menteri Ekonomi mempunyai kedudukan yang istimewa. Dalam mengambil keputusan mereka mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan Dewan Menteri. Menteri-menteri tersebut baik secara sendiri-sendiri atau pun bersama-sama bertanggung jawab kepada DPR. Untuk Indonesia, wakil-wakilnya tergabung dalam DPR.
Alat perlengkapan RIS terdiri dari :

  • Presiden
  • Menteri-menteri
  • Senat
  • Dewan Perwakilan Rakyat
  • Mahkamah Agung Indonesia
  • Dewan Pengawas Keuangan (BAB III Perlengkapan Republik Indonesia Serikat tentang Ketentuan Umum UUD RIS 1949).

  1. Sistem Pemerintahan RI (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
Konstitusi RIS ternyata tidak berumur panjang. Hal ini disebabkan isi konstitusi tersebut tidak mengakar dari kehendak rakyat dan bukan pula merupakan keputusan politik dari rakyat Indonesia. Akibatnya, timbul tuntutan dimana-mana untuk kembali ke negara kesatuan. Satu per satu negara atau daerah bagian menggabungkan diri kembali ke dalam RI. Negara bagian yang lain juga semakin sulit diperintah. Ini jelas akan mengurangi kewibawaan negara serikat.
Untuk mengatasi keadaan tersebut akhirnya Pemerintah Indonesia Serikat mengadakan musyawarah dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia. Dalam musyawarah tersebut dicapai kesepakatan bahwa akan bersama-sama melaksanakan negara kesatuan sebagai jelmaan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan untuk itu diperlakukan UUD Sementara. Akhirnya dibentuklah panitia yang bertugas merencanakan sebuah rancangan UUDS Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panitia tersebut dipimpin oleh Soepomo untuk RIS dan Abdul Halim untuk RI. Melalui UU Federal No 17 Tahun 1950 (LN RIS 1950 No 56) ditetapkan perubahan KRIS 1949 menjadi UUDS 1950.
 UU tersebut hanya berisi dua pasal, yaitu :
  • Pasal 1 Berisikan tentang perubahan KRIS 1949 menjadi UUDS 1950 dan setelah itu dimuat selengkapnya naskah dari UUDS 1950, yang terdiri dari mukadimah dan batang tubuhnya.
  • Pasal 2 Menentukan tentang mulai berlakunya UUDS 1950, yakni pada tanggal 15 Agustus 1950. 
  •  Konstitusi yang berlaku adalah UUDS 1950.
Dikatakan sebagai UUDS karena memang UUD ini bersifat sementara. Pemerintah Indonesia pada masa itu membentuk suatu badan yang bernama badan konstituante dimana tugas mereka adalah menyusun UUD.
  •  Bentuk negara menurut UUDS 1950 adalah negara kesatuan.
 Pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 meyatakan bahwa RI yang merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan . Sistem pemerintahan menurut UUDS 1950 adalah parlementer.
 Dalam Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950 dinyatakan bahwa menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri kepada DPR. Sistem kepartaian masa itu adalah multipartai.
 Pemilu tahun 1955 untuk pertama kalinya dilaksanakan untuk memilih anggota konstituante.
 Alat perlengkapan negara menurut Pasal 44 UUDS 1950 adalah:

  • Presiden dan Wakil Presiden
  • Menteri-menteri
  • Dewan Perwakilan Rakyat
  • Mahkamah Agung
  • Dewan Pengawas Keuangan  
  1. Sistem Pemerintahan RI (5 Juli 1959-pasca Dekrit Presiden).
Konstituante yang diharapkan dapat merumuskan UUD guna menggantikan UUDS 1950 ternyata tidak mampu menyelesaikan tugasnya. Hal ini jelas akan menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan negara. Presiden selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Isi dari Dekrit tersebut salah satunya adalah memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlaku kembali UUDS 1950. Konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945.

  •  Bentuk negara adalah kesatuan
  •  Sistem pemerintahannya adalah presidensiil
Presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Sistem presidensiil ini kelanjutannya akan menjadi presidensiil terpimpin. Presiden justru sebagai Pimpinan Besar Revolusi, segala kebijaksanaan ada di tangannya.
 Alat-alat perlengkapan negara setelah keluarnya Dekrit Presiden adalah :

  • Presiden dan menteri-menteri
  • DPR Gotong Royong
  • MPRS
  • DPAS
  • Badan Pemeriksa Keuangan
  • Mahkamah Agung (Soehino,1992:148).
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Didasarkan pada konstitusi RIS.Pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah system parlementer kabinet semu (Quasy Parlementary).Sistem Pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukan cabinet parlementer murni karena dalam system parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah. Dualisme pemerintahan yang terjadi di Indonesia setelah kemerdekaan (antara Belanda dan Indonesia sendiri) mengakibatkan rumusan sistem pemerintahan masih belum jelas. Keputusan Konferensi Meja Bundar di Denhaag, Belanda tentang perubahan Republik Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) ditengarai sebagai proyek pemerintah Belanda agar bisa terus mengontrol Indonesia.
RIS sendiri terdiri dari lima belas negara bagian buatan Belanda, yang telah didudukinya selama tiga tahun. Menurut Hatta, bangsa Indonesia tidak mempunyai kedaulatan penuh jika masih melakukan kompromi dengan belanda soal sistem pemerintahan. Sebagian besar pemimpin Indonesia sepakat bahwa kompromi dengan pihak belanda bertolak belakang dengan cita-cita proklamasi.Karena itu, kompromi tersebut sebenarnya adalah strategi untuk lepas dari rongrongan belanda yang menolak proklamasi kemerdekaan Indonesia. Karena dalam pandangan Hatta, bentuk negara federal RIS tidak akan bersifat permanen karena bentuk yang sesungguhnya akan ditentukan konstituante hasil pemilihan umum. Dan, konstituante itu pulalah yang nantinya bertugas menyusun konstitusi baru.
Namun ini berakibat fatal, tawaran sistem parlementer ternyata mengakibat semrawutnya pemerintahan karena elemen-elemen pemerintahan merasa mempunyai andil untuk mengatur Negara sehingga menjadi tidak jelas “siapa mengatur siapa”.Pemilu pertama tahun 1955 yang diharapkan menjadi tonggak demokrasi sebenarnya salah satu pemicu peralihan demokrasi menjadi ultrademokrasi yang menjurus anarkisme.Pluralitas dan multi-partai demokrasi parlementer berujung pada pertarungan ideologis partai yang sangat berpengaruh di Indonesia.
Pada waktu itu, kekuatan ideologis dapat dipetakan menjadi tiga bagian, yakni Islam, Nasionalis dan Sosialis.PKI yang sebelumnya runtuh akibat pemberontakan Madiun 1948 bangkit dengan cepat, malah berafiliasi dengan pihak nasionalis untuk menghadapi partai-partai Islam yang dikhawatirkan mendirikan Negara Islam.Konflik antar partai tidak bisa dielakkan, ini juga membias pada elit-elit politik yang bercokol di pemerintahan.DPR dan Konstituante yang dilahirkan setelah pemilu 1955, juga membuat keadaan internal pemerintahan semakin buruk. Pertikaian antarmiliter, pergolakan daerah melawan pusat, inflasi ekonomi dan masa depan Indonesia menjadi suram. Akhirnya, pada tanggal 5 Juli 1959 Sukarno mengeluarkan dekrit presiden dan menyatakan Konstituante dibubarkan serta UUD ’45 diberlakukan lagi.Inilah awal kehancuran demokrasi parlementer di bumi pertiwi dan bermulanya sistem demokrasi terpimpin.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya Isi dari Dekrit Presiden tersebut ialah:
1. Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
              Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang mengganti Dewan Perwakilan Rakyat pilihan rakyat ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah, sedangkan fungsi kontrol ditiadakan. Bahkan pemimpin DPR dijadikan mentri dan dengan demikian ditekankan fungsi pembantu presiden, di samping fungsi sebagai wakil rakyat. Hal terakhir ini mencerminkan telah ditinggalkannya doktrin Trias Politika.
              Penyimpangan lain dalam demokrasi terpimpin adalah campur tangan presiden dalam bidang Yudikatif seperti presiden diberi wewenang untuk melakukan intervensi di bidang yudikatif berdasarkan UUD No.19 tahun 1964 yang jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan di bidang Legislatif berdasarkan Peraturan Presiden No.14 tahun 1960 dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat mengenai suatu hal atau sesuatu rancangan Undang-Undang.
            Selain itu terjadi penyelewengan di bidang perundang-undangan di mana pelbagai tindakan pemerintah dilaksanakan melalui Penetapan Presiden (Panpres) yang memakai Dekrit 5 Juli 1959 sebagai sumber hukum. Tambahan pula didirikan badan-badan ektra kontitusional seperti front nasional yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai denga taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan front nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat.
            Partai politik dan pers dianggap yang menyimpang dari rel revolusi ditutup, , sedangkan politik mercusuar di bidang hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan ekonomi menjadi bertambah suram. Pada masa orde lama terjadi persaingan antara Angkatan Darat, Presiden, dan PKI. Persaingan ini mencapai klimaks dengan meletusnya perisiwa Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh PKI. Ketika itu bangsa Indonesia didominasi oleh partai komunis yang sangat kuat.
Selain itu, pemilu nasional pertama dilaksanakan pada masa Orde Lama, dilaksanakan secara bertingkat, tanggal 29 September 1955 Pemilu untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante (Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar). Jumlah kursi yang diperebutkan adalah anggota DPR adalah 260 orang untuk anggota DPR dan 520 orang Badan Konstituante ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Pemilu 1955 berdasarkan pada UU No. 27 Tahun 1948 jo. UU No. 12 Tahun 1949 tentang Pemilu yang diikuti oleh lebih dari 170 partai politik, termasuk perseorangan calon independent yang terbagi dalam 15 distrik pemilih, disesuaikan dengan wilayah provinsi yang ada pada saat itu. Yang memiliki hak suara adalah WNI, keturuanan Arab,
Cina dan Eropa, serta anggota tentara dan polisi. Pada masa ini budaya politik yang berkembang berada dibawah pengaruh dominasi agama Islam yang merupakan agama mayoritas dari masyarakat Indonesia. Namun demikiran, menurut Deliar Noer, umat Islam di Indonesia secara politis sering terlibat kontroversi teoritis dan ideologis, baik dengan pihak nasionalis sekuler maupun antarsesama umat Islam sendiri.
Perpecahan komunitas muslim ini melahirkan kebangkitan berbagai partai politik. Dengan pola multi partai, partai politik yang ada saat itu terbagi menjadi dua, yaitu yang menganut asas politik agama, seperti Partai keagamaaseperti Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), Nahdatul Ulama (NU) Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Partai Tarbiyah Islamiyah (Perti), Partai PersatuanTarekat Islam Indonesia, dan Angkatan Kesatuan Umat Islam, partai nasionalis dan yang menganut asas politik sekuler seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan partai komunis adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Banyaknya partai tidak menguntungkan berkembangnya pemerintahan yang stabil. Namun kenyataannya partai partai politik tersebut tidak menyelenggarakan fungsi sebagaimana yang diharapkan. Kondisi seperti ini sangat rentan, sehingga menimbulkan banyaknya penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945.[1]

IV. Teori Nasakom di Orde Lama
Teori Nasakom, telah lahir dan di rumuskan oleh Sukarno Sejak tahun 1926, yang waktu itu di istilahkan dengan tiga hal pokok yakni “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Yang pada intinya di persatukan dalam satu tujuan yaitu Gotong-royong (bekerja bersama-sama) untuk Revolusi Indonesia dalam melawan Imperialisme. Nasakom adalah singkatan Nasionalis, Agama dan Komunis, dan merupakan konsep dasar Pancasila pada masa pemerintahan orde lama. Konsep ini diperkenalkan oleh Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia yang menekankan adanya persatuan dari segala macam ideology Nusantara untuk melawan penjajahan, dan sebagai pemersatu Bangsa untuk Revolusi rakyat dalam upaya memberantas kolonialisme di bumi Indonesia.
Dengan penyatuan tiga konsep ini (Nasionalis, Agamis dan Komunis) Soekarno berusaha untuk mengajak segala komponen bangsa tanpa melihat segala perbedaan yang ada.Baik itu perbedaan Religius maupun suku dan budaya.Bisa di katakana bahwa Nasakom adalah penjelmaan atau penerapan daripada Pancasila, terutama azas Bhineka Tunggal Ika.Ia melihat bahwa nasionalisme dan Islam merupakan paham-paham yang kurang tajam untuk menganalisis keadaan, karena itulah dibutuhkan fundamen marxisme untuk menyokong dua ideologi tersebut untuk membangun Indonesia. Satu sisi, sikap diktatorial yang terbentuk di demokrasi terpimpin ini sekilas mirip dengan cara pandang Lenin, pemimpin Uni Soviet kala Sukarno masih muda, tetapi ia sendiri memilih untuk tidak menyamakannya. Lenin mencapai tujuannya melalui golongan masyarakat proletar, sementara Sukarno melihat kaum proletar masih lemah, karena itu ia ingin mencapai revolusinya dengan konsepsi rakyat ini. Menurut Sukarno, masyarakat terbagi bukan pada kelas sosial ekonomi tetapi ideologilah yang membagi masyarakat dalam kelompok-kelompok sehingga mereka layaknya kekuatan massa yang memiliki perbedaan. Ini menyebabkan timbulnya gagasan Sukarno untuk menggabungkan pemimpin-peminpin tersebut dalam persatuan.
PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi Nasakom.Pada tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia yang dilangsungkan dalam Operasi Trikora mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk adat yang tidak menghendaki integrasi dengan Indonesia.
Tetapi kedekatan dengan PKI malah menjadi bumerang tersendiri. Merasanya ideologinya mendapat angin segar dari pemerintahan Sukarno, serta merta pihak PKI melakukan ideologisasi besar-besaran dan pemberontakan menuju Indonesia komunis. Sehingga bencana nasional berupa G30S 1965 terjadi dan mengakhiri pemerintahan Sukarno yang diktator dengan model terpimpin.


V. Kondisi Ekonomi Orde Lama
  Keadaan ekonomi keuangan pada masa orde lama amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
  1. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga. 
  2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI. 
  3. Kas negara kosong.
  4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
  1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946. 
  2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia. 
  3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
  4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947, Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif. 
  5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Indonesia di masa Orde Lama (Soekarno, 1945 – 1966) lebih banyak konflik politiknya daripada agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara kaum borjuis, militer, PKI, parpol keagamaan dan kelompok – kelompok nasionalis lainnya. Kondisi ekonomi saat itu sangat parah dengan ditandai tingginya inflasi yaitu mencapai 732% antara tahun 1964 – 1965 dan masih mencapai 697% antara tahun 1965 – 1966.

Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.
Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.
Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia.
Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966.
Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama.

VI. Pelaksanaan Demokrasi Era Ode Lama
A.   Masa       demokrasi     liberal
Demokrasi yang dipakai adalah demokrasi parlementer atau demokrasi liberal. Demokrasi pada masa itu telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik. Ketegangan politik demokrasi liberal atau parlementer disebabkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Dominanya politik aliran maksudnya partai politik yang sangat mementingkan kelompok atau alirannya sendiri dari pada mengutamakan kepentingan bangsa
  2. Landasan sosial ekonomi rakyat yang masih rendah
  3. Tidak  mampunya para anggota konstituante bersidang dalam menentukan dasar negara.

Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi 3 keputusan yaitu:
1)    Menetapkan    pembubaran           konstituante
2)     Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali sebagai konstitusi negara dan tidak berlakunya UUDS           1950
3)    Pembentukan  MPRS     dan          DPRS
Dengan turunnya dekrit presiden berakhirlan masa demokrasi parlementer atau demokrasi liberal.

B.    Masa              demokrasi     terpimpin

Menurut Ketepan MPRS no. XVIII/MPRS /1965 demokrasi trepimpin adalah kerakyatan yang dipimpn oleh hikmat kebijaksamaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Demokrasi terpimpin merupakan kebalikan dari demokrasi liberal dalam kenyataanya demokrasi yang dijalankan Presiden Soekarno menyimpang dari prinsip-prinsip negara demokrasi.
Penyimpanyan tersebut antara lain:

  1. Kaburnya sistem kepartaian dan lemahnya peranan partai politik
  2. Peranan parlemen yang lemah
  3. Jaminan hak-hak dasar warga negara masih lemah
  4. Terjadinya sentralisasi kekuasaan pada hubungan antara pusat dan daerah
  5. Terbatasnya kebebasan pers sehingga banyak media masa yang tidak dijinkan terbit.
Akhirnya dari demokrasi terpimpin memuncak dengan adanya pemberontakan G 30 S / PKI pada tanggal 30 September 1965. Demokrasi terpimpin berakhir karena kegagalan presiden Soekarno dalam mempertahankan keseimbangan antara kekuatan yang ada yaitu PKI dan militer yang sama-sama berpengaruh. PKI ingin membentuk angkatan kelima sedangkan militer tidak menyetujuinya. Akhir dari demokrasi terpimpin ditandai dengan dikeluarkannya surat perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan.
Pada era orde lama (1955-1961), situasi negara Indonesia diwarnai oleh berbagai macam kemelut ditngkat elit pemerintahan sendiri. Situasi kacau (chaos) dan persaingan diantara elit politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembenuhan 6 jenderal pada 1 Oktober 1965 yang kemudian diikuti dengan dengan krisi politik dan kekacauan sosial. Pada massa ini persoalan hak asasi manusia tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan cenderung semakin jauh dari   harapan.

Unsur-unsur Penegakan Demokrasi
  1. Negara hukum
  2. Masyarakat madani
  3. Infrastruktur politik (parpol, kelompok gerakan, kelompok kepentingan, kelompok penekan)
  4. Pers yang bebas dan bertanggung jawab

Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer
  1. Kekuasaan legislatif lebih kuat dari pada kekuatan ekspekutif
  2. Meteri-menteri (kabinet) harus mempertanggungjawabkan tindakan kepada DPR
  3. Program kebijaksanaan kabinet harus disesuaikan dengan tujuan politik sebagian anggota parlemen

VII. Kesimpulan
Masa orde lama adalah masa dimana bangsa Indonesia mencari jati diri sebagai bangsa yang berdaulat.Pada masa orde lama banyak terjadi penyimpangan yang berlawanan dengan pancasila yang menjadi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tetapi hal ini bukanlah sebatas renungan belaka ataupun sebuah sejarah yang pernah kita lewati. Segala hal yang telah terjadi pada kekuasaan eksekutif pada masa orde lama hendaknya menjadi pembelajaran politik bagi kekuasaan eksekutif pada era reformasi sekarang ini.
            Masyarakat Indonesia membutuhkan kekuasaan politik yang menjalankan tugas fungsi, dan perannya dengan baik, bukan kekuasaan poltik yang penuh dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu, dituntut adanya atensi pada setiap kekuasaan dalam ajaran trias politika untuk dapat menjalankan checks and balances sebagaimana mestinya, sehingga dari waktu ke waktu kekuasaan poltik di Indonesia dapat beradaptasi dengan perubahan zaman yang semakin modern, menjaga relevansinnya dengan kehidupan modern, sertra mengadakan transformasi politik ke arah yang lebih baik. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiden Soekarno di gulingkan saat Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando. Sebab dalam sistem Demokrasi Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia mengalami berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan serta mengisi kemerdekaan. Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966. Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila. Situasi internasional kala itu masih diliputi konflik perang dingin. Situasi politik dan keamanan dalam negeri kacau dan ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit, memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau mengedepankan kepentingan strategi dan politik di arena internasional seperti yang dilakukan oleh Soekarno. Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan peluang bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.

                                             ______________________________
Penulis adalah Mhs. S2 Komunikasi Politik Univ. Muhammadiyah Jakarta.



     
 Daftar Pustaka :

Alfian, Hasil Pemilihan Umum 1955, Jakarta, Leknas, 1971.
Bari Azed dan Makmur Amir, (2005), Pemilu dan Partai Politik di Indonesia, Jakarta, Pusat Studi HTN FHUI
Dumairy, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1996.
Lima Adi Sekawan, 2006, Lengkap UUD 1945 (dalam Lintasan Amandemen) dan UUD (yang pernah berlaku) di Indonesia, Jakarta.
Muchjidin, Erman, 1986, Tata Negara. Bandung, Yudhistira.
Radjab, Dasril, 1994, Hukum Tata Negara Indonesia, Yogyakarta, PT Rineka Cipta.
Kantaprawira, Rusadi, 2006, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar, Bandung, Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke X.
Soehino, 1992, Hukum Tata Negara Indonesia, Yogyakarta.
Talidziduhu, Teori Budaya Politik , http://taliziduhu-updm.blogspot.com/2012/04






1 komentar: